Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember Dr Muhammad Iqbal mengatakan pemakzulan yang terjadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur, merupakan bukti gagalnya komunikasi politik antara Bupati Jember Faida dengan DPRD setempat selama lima tahun.
"Saya melihat realitas politik selama lima tahun bahwa hubungan komunikasi politik yang buruk dan tidak mengindahkan fatsun dan etika politik antara legislatif dan eksekutif," kata Muhammad Iqbal di Kabupaten Jember, Senin.
Selain itu, lanjut dia, adanya ego politik kedua belah pihak dengan argumen mereka masing-masing menyebabkan masyarakat Jember yang menjadi korban karena selama lima tahun pembangunan nisbi stagnan.
"Putusan pemakzulan jelas merupakan realitas politik yang akumulatif dari sekian banyak proses politik yang dibangun oleh dewan yang tidak berujung harmoni dengan kepala daerah, sehingga komunikasi mereka gagal," ucap pengajar ilmu Hubungan Internasional FISIP Unej itu.
Selain itu, lanjut dia, orientasi politik pemakzulan mengindikasikan upaya antisipasi terjadinya potensi abuse of power dari bupati yang maju lagi melalui jalur perseorangan pada Pilkada Jember yang akan digelar empat bulan lagi.
"Jika tidak dimakzulkan, maka proses kampanye Faida nantinya berpotensi bias menggunakan fasilitas negara karena sebagai petahana yang berpasangan dengan Dwi Arya Nugraha Oktavianto," tuturnya.
Ia menjelaskan langkah pemakzulan juga mencerminkan tingkat kekhawatiran tertentu konstelasi partai politik pada peluang kemenangan elektoral Faida-Vian sebagai pasangan calon perseorangan.
"Dalam survei-survei, masih tempatkan Faida nisbi lebih unggul dibanding calon lain yang sejauh ini juga belum jelas siapa didukung parpol/koalisi apa, sedangkan petahana sudah lolos verifikasi faktual," ujarnya.
Iqbal menjelaskan implikasi positif pemakzulan itu secara demokratis semestinya diposisikan sebagai upaya untuk mematangkan masa depan komunikasi politik antara eksekutif dan legislatif demi kepentingan rakyat Jember.
"Artinya, katakanlah jika tak ada keputusuan politik pemakzulan, kemudian Faida-Vian terus melaju di kontestasi pilkada dan, misalnya, memenangi elektoral, maka hampir pasti tidak punya legitimasi apapun di mata legislatif," katanya.
Namun di sisi lain, kata dia, bisa jadi keputusan politik pemakzulan menjadi energi atau 'amunisi baru' yang akan dipakai kampanye oleh Faida bahwa dirinya telah didzolimi oleh kekuatan politik.
"Faida bisa saja memanfaatkan psikologi politik masyarakat pemilih untuk membangun simpati itu, sehingga bupati perempuan pertama di Jember itu bisa mendapatkan simpati kalangan perempuan," tuturnya.
Kendati demikian, lanjut dia, perlu dipahami bahwa DPRD Jember akan bersikukuh bahwa keputusan pemakzulan terjadi karena sejumlah pertimbangan normatif dan tak ingin dikaitkan dengan konteks pilkada. (*)