Surabaya (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya Prof Dr Mokhamad Khoirul Huda mengemukakan bahwa peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus dioptimalkan untuk mencegah terulangnya kasus gagal bayar pada nasabah pemegang polis, seperti yang terjadi pada asuransi Jiwasraya.
"Peran OJK harus lebih dioptimalkan. Mereka itu mengawasi banyak sekali, di luar asuransi ada perbankan, nonperbankan dan lainnya. Ini waktu untuk membenahi industri asuransi, di Indonesia jumlahnya sekitar 140 dan tiap tahun berguguran," kata Huda di sela pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum UHT Surabaya, Rabu.
Menurutnya, lemahnya asuransi nasional juga disebabkan belum adanya Lembaga Penjaminan Polis, padahal Undang-Undang Asuransi pada tahun 2014 telah mewajibkan hal tersebut.
Dia menyebut di luar negeri seperti Australia, Singapura hingga Malaysia, asuransi menjadi salah satu penyokong perekonomian nasional. Di Singapura, kini sudah terbentuk 2014 lembaga penjaminan Polis.
"Sehingga tidak ada pergerakan apapun, di Indonesia belum ada. Itu yang jadi masalah," katanya.
Langkah pemerintah mengundang perusahaan asuransi asing patut diapresiasi. Namun demikian, asuransi nasional harus mengikuti perkembangan agar mendorong percepatan perusahaan asuransi nasional.
"Asuransi asing dapat bertahan, sedangkan asuransi nasional ini berguguran satu persatu, seperti Jiwasraya ini," paparnya.
Huda mengkritik lemahnya pengawasan yang dilakukan OJK, padahal setiap tiga bulan sekali pengelola asuransi harus melakukan pelaporan.
"OJK selaku otoritas harus bertanggung jawab. Meski demikian tidak bisa saling menyalahkan. Ini menjadi momen pemerintah untuk melakukan perubahan termasuk Lembaga Perlindungan Pemegang Polis harus ada," katanya.
Pakar: Peran OJK harus dioptimalkan untuk cegah terulangnya kasus Jiwasraya
Rabu, 15 Januari 2020 19:12 WIB
Ini waktu untuk membenahi industri asuransi, di Indonesia jumlahnya sekitar 140 dan tiap tahun berguguran