Surabaya (ANTARA) - Perkembangan Sastra Jawa diyakini akan terus bertahan di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, meski dengan peminat dari generasi muda era milenial yang sedikit.
Menurut Sastrawan Jawa Trinil S Setyowati, peminat sastra bahasa Jawa sejak dirinya masih remaja dulu juga tergolong minoritas.
"Meski belum ada penelitian tentang itu, saya kira peminat Sastra Jawa dari dulu memang sedikit," katanya saat dikonfirmasi di sela penyelenggaraan Festival Sastra Jawa di Surabaya, Jumat (27/12) malam.
Pengajar Managemen Pendidikan di Universitas Negeri Surabaya itu, bersama sejumlah sastrawan Jawa lainnya yang pernah terkenal di tingkat nasional pada era 1980 - 1990-an, seperti Budi Palopo dan Widodo Basuki, tampil membacakan sejumlah karya puisinya dalam festival yang digelar Dewan Kesenian Surabaya (DKS) tersebut.
Trinil teringat dulu beberapa teman dan kerabat terdekatnya menilai dirinya membuat karya-karya puisi berbahasa Jawa yang hanya untuk dibaca oleh segelintir orang yang usianya sudah sepuh.
"Itu ada benarnya karena minat baca karya sastra yang berbahasa Indonesia saja dari dulu rendah, apalagi sastra berbahasa Jawa," ucap perempuan kelahiran Surabaya, 27 Juli 1965 itu.
Trinil mengenang saat masih kecil dulu sering menonton pertunjukan wayang dan ludruk, yang saat itu mendominasi dunia hiburan di Tanah Jawa.
"Saya suka dengan simbol-simbol dalam pertunjukan wayang dan ludruk. Pitutur Jawa dari pertunjukan-pertunjukan itu terdengar lembut dan indah. Itu mendorong saya untuk menulis puisi-puisi berbahasa Jawa," katanya.
Ada sejumlah media berbahasa Jawa, seperti Majalah Jaya Baya dan Penjebar Semangat yang menampung ide-ide karya puisi atau tulisan-tulisan untuk diterbitkan yang dikirim oleh generasi muda di eranya.
Sejumlah media berbahasa Jawa tersebut mendorong terjadinya regenerasi, yang terus melahirkan sastrawan Jawa hingga era 1990-an.
Regenerasi
Sekarang era telah berganti. Majalah Jaya Baya dan Penjebar Semangat, meski sampai sekarang masih terbit, telah menjadi media konvensional, karena semakin tergerus oleh pesatnya perkembangan teknologi yang melahirkan media digitial, yang sangat digandrungi oleh generasi milenial.
Sastrawan Jawa Widodo Basuki, yang juga bekerja sebagai redaktur di Majalah Jaya Baya, menyebut generasi muda yang mengirim tulisan-tulisan berbahasa Jawa ke medianya sejak beberapa tahun belakangan ini semakin menurun.
Peraih Hadiah Sastra Rancage tahun 2000 lewat karya-karya kumpulan sajaknya yang berjudul "Layang saka Paran" itupun mengkhawatirkan regenerasi Sastrawan Jawa kedepan yang bisa jadi bakal terhenti.
Bagi Trinil, pesatnya perkembangan teknologi yang menghadirkan media digital justru tidak masalah.
"Itu justru bisa menjadi jalan untuk mengenalkan Sastra Jawa kepada generasi muda," katanya.
Tinggal sekarang, dia menandaskan, butuh orang-orang yang peduli untuk menjadi penggerak mengenalkan sastra Jawa lewat media sosial seperti Youtube, Facebook, Twitter dan lain sebagainya.
"Lewat media-media digital itu kita dorong generasi muda sekarang untuk mencintai bahasanya sendiri, menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Tidak ikut-ikutan pakai bahasa 'elu-elu guwe-guwe', karena kita orang Jawa Timur. Itu bisa terus diupayakan lewat media sosial," tuturnya.
Agenda DKS
Festival Sastra Jawa yang berlangsung di Kompleks Balai Pemuda Surabaya pada Jumat malam kemarin merupakan bagian dari program rutin sastra bulanan yang sekaligus menutup rangkaian kegiatan Majelis Sastra Urban DKS di penghujung tahun 2019.
Ketua DKS Chrisman Hadi menyatakan akan menjadikan Festival Sastra Jawa sebagai agenda rutin yang akan diselenggarakan di tiap akhir tahun.
"Persoalan Sastra Jawa juga terkait dengan 'nation character building' atau membangun budaya bangsa. Setidaknya Festival Sastra Jawa bisa menjadi pengenalan pada budaya lokal agar tidak hilang," katanya.
Chrisman mengaku kegiatan Festival Sastra Jawa yang berlangsung kemarin telah memperoleh dukungan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga dipastikan akan terus berkelanjutan.
Dia memastikan untuk mengenalkan serta melestarikan kebudayaan Jawa kepada generasi muda di era milenial ini, tidak hanya Festival Sastra Jawa saja yang kedepan akan rutin digelar oleh DKS.
"Saat ini kami sedang menggagas festival yang berkaitan dengan kebudayaan Jawa lainnya, seperti Festival Musik Jawa, misalnya, dan lain sebagainya," ucapnya. (*)
Sastra Jawa bertahan di era milenial
Sabtu, 28 Desember 2019 15:57 WIB
Itu bisa terus diupayakan lewat media sosial