Lumajang (ANTARA) - Tiga warga terluka dan dilarikan ke rumah sakit akibat kericuhan yang terjadi saat Pemilihan Kepala Desa Kunir Kidul, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu.
"Tiga orang yang terluka, yakni Khoir (62) warga Desa Kunir Lor yang mengalami luka di kepalanya, Roni (45) warga Desa Jatirejo terkena luka tusuk, dan Paing (40) warga Desa Jatirejo terluka di bagian lengan kiri dan bagian badan perut," kata Kapolsek Kunir Iptu Hariyono saat dikonfirmasi di Lumajang.
Menurut dia, kericuhan terjadi saat seseorang yang bernama Hari memberikan uang Rp20 ribu kepada Hamzah yang hendak mencoblos. Tiba-tiba Roni langsung memegang tangan Hamzah dan menyeretnya, kemudian terjadi perlawanan dari Khoir bersama teman-temannya langsung mengeroyok Paing dan Roni.
"Akibat keributan itu, Paing dan Roni mengalami luka robek dan tusukan senjata tajam, kemudian Paing membalasnya dengan menggunakan bambu untuk memukul Khoir dan mengenai kepalanya. Keributan itu kemudian berhasil dilerai pihak keamanan Polri dan TNI," katanya.
Ketiga korban yang terluka dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Kunir, selanjutnya Khoir dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara, sedangkan Roni dan Paing dirujuk ke RSU Haryoto Lumajang.
Ia menjelaskan, penyebab dugaan keributan diduga karena Hari memberikan uang di dekat pintu masuk lokasi pemungutan suara. Hal itu memunculkan anggapan politik uang.
"Keributan tersebut dipicu indikasi politik uang dan beda dukungan calon kepala desa yang bersaing dalam Pilkades Kunir Kidul," tuturnya.
Kendati terjadi kericuhan, Pilkades Kunir Kidul tetap berlanjut hingga selesai karena suasana kembali kondusif setelah aparat keamanan turun tangan untuk menangani kericuhan itu.
Sebanyak 158 desa di Kabupaten Lumajang menggelar pilkades serentak dan sebanyak 3.555 personel yang terdiri atas TNI, Polri, dan linmas, serta dibantu 200 personel Brimob Polda Jatim disiagakan untuk pengamanan pilkades serentak tersebut.
Pilkades Desa Kunir Kidul di Lumajang ricuh, tiga orang terluka
Rabu, 18 Desember 2019 21:16 WIB
Keributan tersebut dipicu indikasi politik uang dan beda dukungan calon kepala desa yang bersaing