Trenggalek (ANTARA) - RSUD dr Soedomo menjadi satu-satunya rumah sakit yang menyediakan jasa layanan cuci darah atau hemodialisa di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, sejak 2014 hingga sekarang.
"Sampai saat ini, yang memiliki jasa layanan HD (Hemodialisa) di Trenggalek ya RSUD dr Soedomo. Lainnya belum ada," kata Kepala Instalasi Hemodialisa RSUD dr Soedomo Trenggalek dr Agus Dahana di Trenggalek, Selasa.
Dia mengatakan, layanan cuci darah mulai diselenggarakan seiring meningkatnya pasien gagal ginjal yang berobat di poli spesialis penyakit dalam. Pengembangan fasilitas layanan pun dilakukan dan terhitung mulai 2014 sarana hemodialisis mulai dipasang di RSUD itu.
Saat ini, kata Agus Dahana, jumlah perangkat hemodialisa di RSUD dr Soedomo Kabupaten Trenggalek 12 unit.
Dengan jumlah pasien aktif 72 orang, sarana jasa hemodialisis milik RSUD dr Soedomo Trenggalek rerata mampu melayani jasa cuci darah sekitar 600 kali tindakan dalam kurun sebulan.
"Dalam daftar tunggu layanan masih ada 150 pasien gagal ginjal yang belum bisa terlayani di sini. Mereka sementara harus melakukan cuci darah di kota lain. Mereka tentu ingin dapat layanan di sini karena lebih dekat, tapi kami masih fokus 72 pasien yang ada sekarang," kata Agus.
Ia menyebut fasilitas hemodialisa adalah layanan unggulan yang penting disediakan. Sebab, apabila sampai tersendat atau terjadi gangguan apalagi dihentikan, akan mengancam kondisi kesehatan pasien gagal ginjal yang selama ini bergantung pada perangkat hemodialisis tersebut.
Wacana pemberlakuan Permenkes Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit yang salah satu klausulnya melarang rumah sakit tipe C dan di bawahnya melayani cuci darah sempat memicu keresahan sejumlah pasien gagal ginjal di daerah itu.
Pasalnya, RSUD dr Soedomo Trenggalek masih tercatat sebagai rumah sakit tipe C. Jika izin layanan hemodialisis dicabut, mereka khawatir kesulitan mendapat kepastian jadwal jasa layanan di tempat lain.
Belum lagi jarak yang semakin jauh sehingga meningkatkan beban biaya akomodasi setiap kali melakukan tindakan cuci darah. Permenkes 30/2019 yang memicu polemik itu akhirnya ditangguhkan atau tidak jadi diberlakukan.