Jember (ANTARA) - Presiden Joko Widodo secara resmi telah mengumumkan dan melantik 34 menteri dan empat pejabat setingkat menteri, serta 12 wakil menteri yang tergabung dalam kabinet baru periode 2019-2024 yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju untuk membantu pemerintahannya bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan.
Para pembantu presiden tersebut berasal dari berbagai unsur yakni partai politik, TNI, Polri, dan kalangan profesional yang diharapkan dapat membantu pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk menuju Indonesia lebih baik dalam segala sektor.
Namun, pemilihan menteri-menteri tersebut, juga mengundang kontroversi publik, bahkan meragukan kemampuannya karena beberapa menteri tersebut dianggap bukan ahli yang tepat di bidangnya seperti yang disampaikan Wakil Sekjen Pengurus Pusat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Prof M. Noor Harisudin yang menilai wajah baru kabinet masih menuai pro dan kontra.
Baca juga: Komposisi menteri Kabinet Indonesia Maju dinilai sebagai kabinet ahli
Menurutnya, hal tersebut merupakan hal yang wajar di negara demokrasi, namun publik menilai beberapa figur menteri yang menjabat tersebut tidak memiliki keahlian di bidang kementerian yang dipimpinnya, sebut saja dipilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang juga membawahi pendidikan tinggi masih diragukan.
"Nadiem merupakan sosok yang tidak memiliki latar belakang di dunia pendidikan dan lebih menguasai teknologi dan industri seperti Go-Jek, apalagi kini Mendikbud membawahi juga perguruan tinggi, sehingga banyak pihak yang ragu," tuturnya.
Selain itu, Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember itu mengatakan Menteri Agama Fachrul Raazi dari kalangan militer juga dianggap sosok yang kontroversial karena selama ini kementerian agama biasanya dipimpin orang-orang yang memiliki keberpihakan terhadap gerakan Islam moderat, namun Presiden Jokowi sepertinya memiliki pertimbangan sendiri.
Namun kepada media, Jokowi memaparkan bahwa Fachrul Razi dipilih karena dinilai memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah radikalisme yang selama ini masih menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia.
Baca juga: Pengamat: Kabinet Indonesia Maju merupakan solusi hadapi era disruptif
Sementara pengamat politik Universitas Jember Dr Muhammad Iqbal justru menilai Kabinet Indonesia Maju merupakan kabinet disruptif karena ada upaya strategis dan taktis yang mengubah drastis "zona nyaman" sejauh ini.
Niscaya banyak kalangan juga menyoroti munculnya nama-nama baru seperti sosok Mahfud MD sebagai Menko Polhukam dan Prabowo menjadi Menteri Pertahanan,
Nadiem Makarim sebagai Mendikbud (membawahi pendidikan dasar, menengah dan tinggi), Jenderal Fachrul Razi menjadi Menteri Agama, juga ada Erick Thohir (Menteri BUMN) dan Wishnutama Kusubandio (Pariwisata dan Bekraf) serta Johnny Gerald Plate menjadi Menkominfo.
Nama-nama menteri baru itulah yang boleh jadi akan mengubah zona nyaman selama ini karena memang saat ini sudah berada di abad XXI dengan banyak disrupsi yang terjadi hampir di semua sendi.
Dengan komposisi Kabinet Indonesia Maju itu, bisa jadi Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin menyiapkan bangsa Indonesia bukan hanya untuk abad XXI, tapi menyiapkan juga dalam menghadapi abad XXII.
Presiden Jokowi di samping memiliki hak prerogatif untuk menunjuk menteri dan wakilnya, juga memiliki visi dan misi tersendiri untuk mencapai tujuan yang harus dicapai selama masa jabatannya karena presiden butuh orang-orang dia yakini mampu mewujudkan visi dan misinya secara terukur.
Tantangan dan Harapan
Pengamat ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Jember Adhitya Wardhono PhD mengatakan tantangan Kabinet Indonesia Maju bidang ekonomi cukup berat dengan ancaman resesi ekonomi global.
Target utama pertumbuhan ekonomi akan tetap menjadi variabel penting mengingat target 7 persen belum tercapai, meskipun kondisi itu dapat dimaklumi karena faktor eksternal yakni ekonomi global yang tidak stabil.
Baca juga: Sejumlah menteri ekonomi sosoknya dekat dengan olahraga, Menpora-nya justru politisi
Sri Mulyani yang menjabat kembali Menteri Keuangan lagi bukan berarti mendapat tugas yang lebih mudah karena target lanjut infastruktur dan pembangunan SDM penuh risiko, sehingga dibutuhkan pengelolaan keuangan negara yang lebih intens dengan strategi dan visi yang jelas.
Menurutnya bukan pekerjaan mudah bagi Sri Mulyani untuk membawa visi besar Jokowi jilid II, namun ia dianggap mampu sekali lagi menyukseskan visi Jokowi bersama Ma'ruf Amin karena kemampuan melihat kedalam yang bagus.
Sehingga sinyalnya terkait kebijakan dan strategi dan pola pemikiran ekonominya dalam mengamankan fiskal negara dapat ditangkap oleh bawahan di Kementerian Keuangan, serta jajaran kementerian atau lembaga terkait yang lain.
Bahkan, Sri Mulyani mampu menjalin koordinasi dengan otoritas moneter (Bank Indonesia) dengan baik, sehingga hubungan pemangku fiskal dan moneter terlihat kompak dan dalam koridor yang sama membangun ekonomi Indonesia.
Duet Sri Mulyani dan Suahasil Nazara yang merupakan dua akademikus Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia diprediksi mampu memperbaiki perekonomian dengan pengalaman dan keahlian yang saling melengkapi, serta saling menutupi kekurangan masing-masing.
Menurut dia, Sri Mulyani memang butuh pendamping untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi melalui strategi fiskal yang jitu dan otoritas fiskal perlu diperkuat untuk bareng melaju seiring dengan otoritas moneter (Bank Indonesia) mengejar target-target ekonomi.
Keduanya diharapkan tepat untuk merumuskan visi Presiden Jokowi di sektor keuangan negara, kemudian mempertajam kebijakan ekonomi, khususnya merapikan produk kebijakan dan regulasi ekonomi dalam negeri menghadapi tekanan global.
Tantangan ekonomi jangka pendek yang berat, lanjut dia, diperlukan dukungan sektor fiskal yang kuat, misalnya, cepat menerjemahkan pergeseran paradigma tentang perpajakan global yang sedang bergerak dari aspek optimalisasi pendapatan menuju stimulus fiskal.
Tentunya hal itu perlu menjadi perhatian Kemenkeu dan jajarannya dalam mengalokasikan keuangan negara untuk ultimate goal presiden yaitu peningkatan SDM menuju Indonesia maju.
Adhitya mengatakan Kemenkeu juga dibebani agenda ekonomi domestik lainnya seperti memperbaiki upaya percepat investasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga presiden sangat berharap dari duet itu untuk mengakselerasi ekonomi Indonesia untuk berhadapan lebih tegak melawan ekonomi global.
Pembantu presiden itu diharapkan juga dapat merumuskan kebijakan terkait implementasi instrumen pendapatan dan penerimaan negara, manajemen utang, mitigasi risiko fiskal pemerintah baik pusat maupun negara dan bahkan menguliti peluang strategi peningkatan ekspor non-migas untuk menambal defisit.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan tantangan pemberantasan korupsi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin cukup berat dan selama lima tahun terakhir legislasi yang dibentuk masih jauh dari harapan masyarakat untuk memperkuat pemberantasan korupsi.
Beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang dibutuhkan untuk memperkuat pemberantasan korupsi justru tidak segera diselesaikan seperti RUU Pengawasan Sistem Intern Pemerintah, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal.
Agenda pembangunan hukum yang dijanjikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin dalam janji kampanyenya yaitu penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya melalui penataan regulasi; melanjutkan reformasi sistem dan proses penegakan hukum; pencegahan dan pemberantasan korupsi, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, dan mengembangkan budaya sadar hukum.
"Tantangan paling berat meyakinkan publik yang terlanjur pesimistis bahwa negara benar-benar serius akan melakukan pemberantasan korupsi mengingat beberapa waktu terakhir publik melihat kolaborasi DPR dan presiden dalam revisi UU KPK yang diyakini akan menyulitkan KPK dalam melaksanakan tugasnya," tuturnya.
Bayu juga menyayangkan banyaknya wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Maju yang dinilai mengingkari Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan pengangkatan wakil menteri secara besar-besaran di awal pembentukan kabinet kental nuansa bagi-bagi kekuasaan dibandingkan kebutuhan untuk memperkuat kinerja pemerintahan.
Meskipun masih ada pro dan kontra wajah kabinet baru, sejumlah kalangan masih berharap para pembantu presiden itu mampu membuktikan bahwa mereka layak untuk diberi kesempatan mengemban amanah tersebut.
Ketua Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) Kabupaten Jember Dr Ahmad Taufiq berharap Kabinet Indonesia Maju dapat menjadikan bangsa Indonesia lebih produktif, menghentikan titik krusial dan simpang kritis sebagai bangsa.
"Masyarakat tentu memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan, sehingga diharapkan para pembantu presiden itu mampu menjawab harapan publik," ucapnya.
Melihat dan mencermati tujuh pesan yang disampaikan oleh Jokowi setelah pengumuman Kabinet Indonesia Maju, secara umum satu tantangan bagi mereka adalah mesti bekerja dan melayani dengan sungguh-sungguh.
Presiden Jokowi mengingatkan kepada para menteri untuk bekerja sungguh-sungguh dan tidak melakukan korupsi, sehingga para pembantu presiden itu diharapkan dapat mengemban amanah untuk melayani rakyat Indonesia dan melakukan terobosan inovatif untuk mewujudkan Indonesia lebih maju.