Malang (ANTARA) - Pihak Kepolisian Resor Malang Kota berupaya untuk mengembangkan kasus penjualan obat yang dipergunakan untuk praktik aborsi ilegal atau menggugurkan janin guna mengungkap jaringan yang lebih luas.
Kapolres Malang Kota AKBP Dony Alexander mengatakan, usai menangkap lima orang tersangka penjual, pengguna, dan pemasok obat penggugur kandungan yang beroperasi di wilayah Kota Malang, pihaknya akan tetap melakukan pengembangan kasus tersebut.
"Kami masih dalam tahap penyelidikan. Dari tersangka TR, akan kita kembangkan dan tidak berhenti di sini," kata Dony, di Kota Malang, Jawa Timur, Senin.
Baca juga: Kasus penjualan obat aborsi di Kota Malang dibongkar, lima pelaku ditangkap
Tersangka TR merupakan jaringan paling atas yang berhasil diamankan oleh Polres Malang Kota terkait kasus penjualan obat penggugur kandungan tersebut. Tersangka TR memasok obat-obatan kepada tersangka I, dan I memasok kepada tersangka T.
Pada awalnya, polisi berhasil menangkap tersangka T berusia 22 tahun, yang menjual obat penggugur kandungan kepada tersangka B dan A, berusia 20 tahun. Dari penangkapan tersebut, polisi menciduk tersangka I, dan TR.
"Kami akan menerjunkan personel ke tengah masyarakat. Untuk mengetahui apakah ada tersangka lain. Jika ditemukan, kami akan lakukan tindakan tegas," kata Dony.
Baca juga: Polisi ungkap praktik aborsi ilegal di Surabaya dan Sidoarjo (Video)
Kasus tersebut bermula dari penangkapan tersangka T, yang menjual obat penggugur kandungan kepada B dan A. B dan A merupakan pembeli obat-obatan penggugur kandungan. Tersangka A, saat itu hamil tujuh bulan.
Tersangka A menggugurkan janin yang di kandungnya di rumah kos yang ada di wilayah Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Janin berusia tujuh bulan tersebut, berdasarkan keterangan tersangka, pada saat keluar dari rahim tersangka A, dalam keadaan hidup.
Kemudian bayi itu ditutup dengan kain, sampai meninggal dunia. Bayi yang sudah tidak bernyawa tersebut dikuburkan oleh para tersangka di wilayah perkebunan di Pasuruan, Jawa Timur.
Para tersangka tersebut dikenakan pasal 77A ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara sepuluh tahun.