Surabaya (ANTARA) - Insiden perobekan bendera Belanda yang terjadi di Hotel Yamato, Surabaya pada 19 September 1945 diperingati oleh pemerintah kota setempat di Hotel Majapahit, Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis.
"Merah Putih telah menyatu dalam tulang arek Suroboyo. Kami arek-arek Suroboyo adalah penerusmu, kami arek-arek Suroboyo adalah pewarismu yang tidak sedikit pun luntur darah dan tidak sedikitpun goyah. Kami adalah petarung yang teguh menjaga Indonesia. Merah Putih, Merdeka, Merdeka," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam pidatonya di acara peringatan perobekan bendera Belanda.
Peringatan perobekan bendera yang dihadiri organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya, vetaran, TNI/Polri, pelajar, komunitas sejarah, seniman dan masyarakat tersebyut juga disertai teatrikal.
Teatrikal tersebut menceritakan tentang proses perobekan bendera yang dilakukan arek-arek Suroboyo pada saat itu. Semangat yang membara muncul dari pemeran yang dimainkan lakon per lakon.
Suasana seketika tegang dan haru ketika arek-arek Suroboyo berupaya keras merobek bendera warna biru yang menjadi lambang Negara Belanda. Dengan semangat berapi-api, mereka memanjat tiang tertinggi di Hotel Majapahit dan berusaha secepat mungkin merobek bendera tersebut.
Bahkan saat adegan perobekan bendera selesai, para peserta upacara langsung menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama-sama. Dalam adegan itu salah seorang pejuang terkena tembakan setelah berhasil mengibarkan bendera Sang Merah Putih.
Tri Rismaharini melalui pidatonya mengobarkan semangat yang berapi-api. Ia mengajak generasi penerus, terutama anak-anak muda untuk tidak berhenti menghargai jasa pahlawan yang membuat bangsa dan kota ini merdeka dari penjajah. Caranya adalah dengan terus berjuang untuk menggapai cita-cita.
Pada pidatonya itu, Risma juga didampingi oleh Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Kota Surabaya di antaranya Kapolrestabes Surabaya Kombes Sandi Nugroho, Danrem 084 Bhaskarajaya Kolonel Inf Sudaryanto, Kajari Surabaya Anton Delianto dan Kajari Tanjung Perak Rachmat Suptiyadi. Mereka kompak mengenakan pakaian ala pejuang.
Menurutnya, peringatan ini harus terus dilakukan. Ia menilai, ini merupakan upaya mentransfer kepercayaan diri untuk pemuda-pemudi. "Bahwa mereka tidak perlu takut menghadapi apapun dan jangan pernah untuk menyerah dengan segala keterbatasan yang ada."
Karena itu, di era digital 4.0 ini, ia mengimbau kepada arek-arek Suroboyo supaya berjuang lebih keras lagi sebab tantangan yang dihadapi pun berbeda dan lebih besar lagi. Namun demikian, orang nomor satu di jajaran Pemkot Surabaya ini telah mampu bersaing di era digital teknologi 4.0 tingkat dunia.
"Saya bersyukur, hasil survei penggunaan teknologi di Surabaya itu banyak produktifnya dibanding mudaratnya. Jadi artinya kita bisa gunakan untuk menunjang keberhasilan dari tujuan kita," kata dia.
Presiden UCLG Aspac itu juga berpesan, dalam pemanfaatan teknologi jangan sampai teknologi yang menguasai penggunanya (manusianya). Akan tetapi sebaliknya, penggunalah yang harus menguasai teknologi agar tujuan masyarakatnya bisa hidup lebih sejahtera.
"Jadi artinya kita tidak perlu takut. Sebetulnya Surabaya ini sangat maju untuk digital 4.0. Dan itu dunia sudah mengakui tentang industri 4.0 di Surabaya," katanya.
Salah seorang pelajar asal SMP Negeri 6 Surabaya, Achmad Raffi, yang turut menyaksikan teatrikal perobekan bendera ini mengaku memiliki kesan tersendiri. Selain momentum ini menjadi pengingat jasa-jasa pahlawan, ia menyebut bahwa Wali Kota Risma selama ini juga terus memberikan semangat kepada mereka.
"Bu Risma selalu memberikan semangat kita untuk terus berjuang. Jadi aku bangga menjadi pelajar di Surabaya, terima kasih bu sudah menyemangati kami terus," ujarnya. (*)
Insiden perobekan bendera Belanda diperingati di Kota Surabaya
Kamis, 19 September 2019 12:55 WIB
Merah Putih telah menyatu dalam tulang arek Suroboyo. Kami arek-arek Suroboyo adalah penerusmu, kami arek-arek Suroboyo adalah pewarismu yang tidak sedikit pun luntur darah dan tidak sedikitpun goyah