Ngawi (ANTARA) - Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mencatat kasus kebakaran yang terjadi di wilayah setempat tergolong tinggi, yakni mencapai 33 kasus selama Januari hingga awal September tahun 2019.
Kasi Dal Ops Damkar Satpol PP Ngawi, Catur Sri Wiryanto mengatakan dari puluhan kasus kebakaran tersebut jumlah kerugian materialnya juga lumayan tinggi, yakni mencapai Rp1,49 miliar.
"Memang butuh sosialisasi dan penyadaran bersama. Karena kebakaran itu harus dicegah," ujar Catur Sri Wiryanto di Ngawi, Kamis.
Menurut dia, dari puluhan kasus kebakaran itu mayoritas akibat faktor kelalaian manusia. Paling tinggi diakibatkan karena arus pendek listrik, yakni sebanyak 16 kasus.
"Secara tidak langsung, akibat arus pendek listrik itu termasuk kesalahan manusia. Biasanya, warga itu asal main sambung kabel saja, tidak memperhatikan bahayanya," tambah Catur.
Ada juga kebakaran karena kompor gas. Itu juga termasuk kelalaian manusia. Karena itu, warga diminta untuk selalu berhati-hati. Terlebih saat ini sedang berlangsung musim kemarau yang rawan terjadi kebakaran.
Pihaknya menyebut, kebakaran juga dapat terjadi akibat membuang puntung rokok sembarangan. Sebab, bara rokok bisa saja membakar sampah maupun barang yang mudah terbakar lainnya.
"Karena itu, warga diminta harus memastikan tidak ada api yang masih menyala sebelum meninggalkan rumah, agar tidak terjadi kebakaran," katanya.
Catur merinci, dari 33 kasus yang ditanganinya tersebut, paling banyak adalah kebakaran bangunan rumah, yakni mencapai 19 kasus. Sedangkan sisanya, merupakan kebakaran lahan pekarangan, rumpun bambu, dan lahan kebun.
Guna mencegah kasus kebakaran, selain dituntut kesadaran masyarakat akan bahaya kebakaran, pihak Seksi Pemadaman Kebakaran (Damkar) Satpol PP Ngawi intensif melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan bencana kebakaran ke warga.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau agar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran segera efektif dilakukan. Sejauh ini perda tersebut belum efektif karena belum dikuatkan dengan peraturan bupati.
Adapun, perda tersebut mengatur tentang upaya antisipasi dan penanganan kebakaran. Salah satunya penyediaan alat pemadam api ringan (APAR) di setiap rumah dengan jarak 30 meter per unit.