Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan hasil Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 bersifat final dan mengikat, sehingga semua pihak yang bersengketa tidak hanya wajib menghormatinya, namun wajib mematuhi dan melaksanakannya.
"Sebagaimana pernyataan Ketua MK di awal sidang pembacaan putusan menyampaikan putusan itu tidak dapat memuaskan semua pihak, namun putusan MK bersifat final dan mengikat sesuai UUD 1945, sehingga harus dipatuhi," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat.
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya menolak seluruh permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno terkait sengketa Pilpres 2019.
"Pengambilan putusan oleh Mahkamah Konstitusi telah dilandasi oleh pertimbangan yang komprehensif, setelah melihat fakta persidangan dan bukan pada hal-hal lain di luar fakta persidangan," ucap Bayu yang juga Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Unej itu.
Selama lima kali pemeriksaan persidangan yang telah dilaksanakan oleh MK, lanjut dia, lembaga konstitusi tersebut telah menunjukkan jati dirinya sebagai badan peradilan modern dan terpercaya.
"Hal itu ditunjukkan dari cara Ketua MK yang di awal persidangan pertama memulai dengan menjawab tudingan tidak bertanggung jawab dari kuasa hukum pasangan calon nomor urut 02 yang menyebut MK sebagai bagian dari pemerintahan yang berkuasa saat ini, sehingga Ketua MK menegaskan hanya tunduk kepada konstitusi dan peraturan perundang-undangan dan bukan kekuatan politik tertentu," katanya.
Ia menjelaskan sikap sebagai peradilan modern dan terpercaya juga tercermin dari diberikan nya kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak sejak awal persidangan apakah itu kuasa hukum pemohon, termohon yaitu KPU, dan kuasa hukum pihak terkait yaitu pasangan calon nomor urut 01 untuk mengajukan alat bukti dan melakukan pembuktian dalam sidang MK.
"Bahkan semua saksi dan ahli yang diajukan pemohon diberikan waktu yang sangat cukup oleh MK untuk didengar keterangannya di muka majelis, sehingga sempat tercipta rekor persidangan terpanjang saat memeriksa saksi dan ahli pemohon yakni hampir 20 jam non stop," tuturnya.
Selama persidangan, lanjut dia, sikap kenegarawanan para hakim juga ditunjukkan dengan sikap kesabaran memeriksa saksi dan ahli yang diajukan oleh pemohon yang kebanyakan tidak memiliki relevansi dan korelasi yang nyata dengan dalil dan petitum yang diajukan oleh pemohon.
"Majelis hakim MK tetap mendengarkan dengan seksama kesaksian dan keterangan ahli dari pemohon soal situng yang didalilkan sebagai penyebab kekalahan Prabowo-Sandi, padahal jelas bahwa UU Pemilu telah menyebutkan situng bukanlah dasar untuk menetapkan hasil pemilu karena hasil pemilu ditetapkan secara manual melalui rekap yang berjenjang mulai TPS, kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional," katanya.
Seperti diwartakan, Mahkamah Konstitusi dalam sidang pembacaan putusan perkara sengketa Pilpres 2019 menyatakan menolak seluruh permohonan baik dari pihak pemohon, termohon, dan terkait yang dibacakan secara bergantian oleh hakim MK pada Kamis (27/6).
Sidang pembacaan putusan selesai dibacakan pada Kamis (27/6) malam pukul 21.16 WIB oleh sembilan hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Putusan MK itu secara tidak langsung menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk periode 2019-2024, berdasarkan keputusan hasil rekapitulasi nasional KPU RI. (*)
Pakar hukum Unej: putusan MK final dan mengikat harus dipatuhi semua pihak
Jumat, 28 Juni 2019 16:38 WIB
Pengambilan putusan oleh Mahkamah Konstitusi telah dilandasi oleh pertimbangan yang komprehensif, setelah melihat fakta persidangan dan bukan pada hal-hal lain di luar fakta persidangan