Jakarta (ANTARA) - Greenpeace Asia Tenggara mendesak para pemimpin negara-negara Asia Tenggara untuk melarang impor limbah dari negara-negara maju untuk mengakhiri krisis sampah plastik di kawasan ASEAN.
"Para pemimpin ASEAN harus mengeluarkan pernyataan terkait pelarangan perdagangan lintas batas dalam limbah elektronik dan plastik berbahaya, tanpa terkecuali," tulis Greenpeace Asia Tenggara dalam sebuah pernyataan yang dilansir di Bangkok, Thailand, Jumat.
Berdasarkan laman resmi www.greenpeace.org, organisasi lingkungan global itu meminta para pemimpin ASEAN untuk menghasilkan deklarasi bersama dalam mengatasi krisis sampah plastik di kawasan ini.
Sebagai ketua ASEAN saat ini, Thailand mengangkat slogan "Memajukan Kemitraan untuk Keberlanjutan" dalam KTT ASEAN ke-34.
Sesuai dengan tema tersebut, para pemimpin ASEAN harus membahas masalah limbah dan perdagangan limbah selama pembicaraan minggu ini di Bangkok.
"Ini adalah waktu yang tepat dan ujian kepemimpinan bagi ASEAN. Dengan menghentikan impor limbah dan menerapkan kebijakan pengurangan plastik yang kuat, kawasan ASEAN berada dalam posisi ideal untuk memacu transformasi ekonomi global, memaksa dunia internasional untuk memikirkan kembali limbahnya sendiri dan untuk mengakhiri semua ekspor limbah," kata Direktur Greenpeace Thailand Tara Buakamsri dalam sebuah pernyataan.
Greenpeace juga mendesak negara-negara ASEAN untuk meratifikasi amandemen Konvensi Basel yang berusia 30 tahun, perjanjian PBB tentang pergerakan dan pembuangan limbah berbahaya, untuk membatasi aliran sampah plastik ke negara-negara berkembang.
"Kita harus meratifikasi Amandemen Konvensi Basel sebagai upaya mencegah negara-negara anggota ASEAN menjadi tempat pembuangan dunia di masa depan seperti yang terjadi sekarang," ujar dia.
Kelompok ini juga mendesak para pemimpin Asia Tenggara untuk mengurangi produksi plastik sekali pakai.