Jember (ANTARA) - Koordinator Asosiasi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI) Singky Soewadji mengatakan pihaknya akan terus mengawal penanganan ratusan satwa milik CV Bintang Terang pascaputusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada pemilik CV Bintang Terang, Lau Djin Ai atau Kristin, karena bersalah dalam kasus perdagangan satwa ilegal dan izin penangkaran yang mati.
"Kami tidak akan intervensi putusan majelis hakim, namun lebih fokus untuk persoalan bagaimana nasib ratusan burung paruh bengkok yang diserahkan kepada negara pascaputusan itu," katanya saat dihubungi dari Kabupaten Jember, Selasa.
Pemilik CV Bintang Terang, Lauw Djin Ai divonis 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jember, Senin (1/4).
Perbuatan terdakwa melanggar pasal 40 ayat 2 Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a dalam Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Menurut Singky pihaknya juga akan memonitor perkembangan ratusan satwa yang diserahkan kepada negara yang kini berada dalam pengawasan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur yang sebagian besar berada di penangkaran CV Bintang Terang di Jember dan 35 ekor dititipkan di Jatim Park dan 10 ekor dipelihara di kandang sementara milik BKSDA Jatim.
"APECSI berharap ratusan burung langka yang dilindungi tersebut dititipkan di CV Bintang Terang karena hingga kini perpanjangan izin CV Bintang Terang masih dalam proses, sehingga ada niat baik dari pihak penangkar untuk tetap memelihara ratusan burung tersebut," tuturnya.
Ia menjelaskan koordonasi akan terus dilakukan terhadap upaya penyelamatan barang bukti karena berupa mahluk hidup dan dalam dunia konservasi, satwa diutamakan dengan tanpa meninggalkan kaidah hukum yang berlaku.
Terkait putusan yang dijatuhkan kepada pemilik CV Bintang Terang, Singky mengaku kecewa atas putusan majelis hakim PN Jember terhadap terdakwa Kristin karena persoalan perdagangan ilegal tidak terbukti dalam persidangan dan yang terbukti hanya izin penangkarannya yang mati sejak 2015, sehingga bukan ranahnya pidana.
"Putusan tersebut menjadi preseden buruk bagi dunia konservasi di Indonesia karena tidak memiliki izin dengan izinnya mati itu tidak sama, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa pemilik CV Bintang Terang melakukan tindak pidana karena seharusnya kesalahan tersebut merupakan persoalan tersebut hanya kesalahan administrasi saja," ujarnya.
Sebelumnya, Polda Jatim berhasil menyita 443 ekor burung paruh bengkok yang terdiri dari 212 ekor nuri bayan (Eclectus Roratus), 99 ekor kakatua besar jambul kuning (Cacatua galerita), 23 kakatua jambul orange (Cacatua molluccensis), 82 ekor kakatua govin (Cacatua govineana), 5 ekor kakatua raja (Probosciger aterrimus), 1 ekor kakatua alba, 1 ekor jalak putih, 6 ekor burung dara mahkota (Gaura victoria), 4 ekor nuri merah kepala hitam (Lorius lory), 4 ekor anakan nuri bayan, 6 nuri merah, 61 butir telur burung bayan dan kakatua di penangkaran yang diduga ilegal milik CV Bintang Terang yang berada di Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Oktober 2018.(*)
APECSI kawal penanganan satwa CV Bintang Terang pascaputusan PN Jember
Selasa, 2 April 2019 17:44 WIB
APECSI berharap ratusan burung langka yang dilindungi tersebut dititipkan di CV Bintang Terang karena hingga kini perpanjangan izin CV Bintang Terang masih dalam proses, sehingga ada niat baik dari pihak penangkar untuk tetap memelihara ratusan burung tersebut,