Jember (ANTARA) - Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20 persen, atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Rinciannya, 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek, sehingga WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.
Stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.
Indonesia juga berada di urutan kelima untuk jumlah anak dengan kondisi stunting tertinggi di dunia dan hal tersebut tentu membuat prihatin semua pihak. Bukankan negeri kita tercinta dikenal dengan negeri "gemah ripah loh jinawi" , kekayaannya berlimpah ? Tapi, kenyataannya masih banyak ditemukan kasus gizi buruk.
Di Jawa Timur, berdasarkan data Dinas Kesehatan Jatim, balita stunting mencapai 26,2 persen yang sebagian besar tersebar di 11 kabupaten, yakni Kabupaten Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Sumenep, Nganjuk, Trenggalek, Probolinggo, Lamongan, Malang, Jember, dan Bondowoso.
Bahkan dari data itu, kasus stunting 30 persennya justru terjadi di perkotaan dan 29 persen dialami oleh anak-anak yang terlahir di kalangan orang berada atau kaya, sehingga kasus stunting bukan karena faktor kemiskinan saja dan terjadi di daerah terpelosok atau terpencil.
Stunting terjadi karena kurang gizi kronis sejak dalam kandungan, sehingga dapat menyebabkan anak tumbuh lebih pendek dari ukuran anak pada umumnya, berkurangnya tingkat kecerdasan anak, dan saat dewasa nanti juga berisiko besar terkena penyakit jantung dan diabetes.
Persoalan kasus gizi buruk dan stunting bukan hanya tugas pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, namun tugas kita bersama untuk membangun generasi bangsa yang lebih baik dan intervensi gizi perlu dilakukan dalam bentuk edukasi secara berkesinambungan kepada masyarakat, terutama orang tua yang harus memahami kebutuhan nutrisi anak.
Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan anak (usia 2 tahun), karena stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa, sehingga calon ibu dan ibu hamil harus memahami hal tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah stunting, misalnya pola makan dengan asupan gizi yang pas, sanitasi yang terjaga kebersihannya, hingga pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi anak yang cukup, karena stunting dan masalah gizi buruk dapat menjadi ancaman untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045.(*)
Cegah Gizi Buruk dan Stunting
Jumat, 1 Maret 2019 6:27 WIB