Surabaya (Antaranews Jatim) - Pondok Pesantren di Pulau Madura, Jawa Timur, menjaga tradisi pengembangan literasi kepada para santrinya sehingga melahirkan banyak penyair maupun penulis nonsastra.
Penggerak Sastra asal Kabupaten Sumenep, Madura, Syaf Anton Wr, saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu malam, mengatakan, masyarakat di Pulau Madura dalam sejarahnya memang telah banyak melahirkan penulis handal sejak ratusan tahun silam.
Salah satu buktinya adalah ditemukan sebanyak 80 eksemplar naskah kuno berusia lebih dari 400 tahun di lingkungan Pondok Pesantren Sumber Anyar, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura.
"Teks atau buku-buku dari penulis lainnya dari masa ratusan silam memang tidak banyak ditemukan. Namun, dalam sejarahnya pengembangan literasi masih tetap terjaga sampai sekarang yang menjadi tradisi di pesantren-pesantren," ujarnya.
Anton berada di Surabaya untuk mendampingi sekitar 25 penyair yang pentas di kegiatan bulanan Bengkel Sastra, sebuah acara yang digagas seniman dari Komunitas Bengkel Muda Surabaya.
Dia mengenang sepanjang tahun 1982 hingga 1994 pernah bergeliat keliling ke pesantren-pesantren untuk menggerakkan sastra di kalangan santri.
"Karena pascakemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, kalangan penulis dari Pulau Madura tampak menurun. Kembali bermunculan lagi di era 1970-an hingga 1980-an, salah satunya ditandai dengan munculnya penyair Zawawi Imron," katanya.
Upaya Anton yang menggerakkan sastra ke pesantren-pesantren di Madura terlihat di awal tahun 2000-an. "Awal tahun 2000-an sampai sekarang bermunculan penulis-penulis sastra maupun nonsastra dari kalangan generasi muda di Madura," ujarnya.
Dia menghitung ada sedikitnya 25 penulis cerpen maupun novel yang sampai sekarang masih aktif dari kalangan generasi muda yang lahir dari pendidikan pesantren.
"Naluri lingkungan dari pesantren yang mendorong tumbuhnya penyair dan penulis nonsastra di Pulau Madura," katanya.
Penyair yang juga staf pengajar di Pondok Pesantren Annuqayah, Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep, M Faizi, mengungkapkan, mengapa para penulis sastra maupun nonsastra di Madura lahir dari kalangan pesantren, salah satunya karena ada sesuatu hal yang tidak didapat siswa di sekolah umum.
"Sekolah umum terbentur dengan kurikulum. Sedangkan seluruh pondok pesantren di Madura justru tradisinya adalah menurunkan ilmu puisi kepada para santri," katanya.
Karenanya sampai sekarang merata pesantren dari wilayah timur hingga barat Pulau Madura melahirkan banyak penulis baik sastra maupun nonsastra. (*)