Surabaya (Antaranews Jatim) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menegur PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) karena telah menerbitkan surat edaran terkait kebijakan bongkar muat yang dirasa semakin memberatkan pengusaha.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kadin Jatim Dedy Suhajadi kepada wartawan di Surabaya, Jumat, mengatakan, anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III itu, selama sepekan lalu, menerbitkan dua kali surat edaran tentang Ketentuan Pelayanan Bongkar Muat Petikemas dan Jasa Lapangan di Terminal Berlian, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Surat Edaran pertama bernomor SE.005-00/I/BJTI-2018 tertanggal 29 Januari 2018. Selang dua hari kemudian kembali menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE.008-00/I/BJTI-2018 tanggal 31 Januari 2018, yang sama-sama berisi kebijakan baru terkait ketentuan pelayanan bongkar muat petikemas dan jasa lapangan di Terminal Berlian, yang langsung diberlakukan per 1 Februari.
"Kami menerima keluhan dari pengusaha karena kebijakan yang tertuang dalam dua surat edaran itu semakin menambah beban biaya logistik," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, dua surat edaran tersebut langsung diberlakukan tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu terhadap para pengusaha yang biasa menggunakan jasa Terminal Berlian di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Dedy mencontohkan, salah satu poin yang dirasa memberatkan dalam dua surat edaran itu adalah terkait biaya memasukkan kontainer ke dalam Terminal BJTI yang per satuannya ditarik biaya senilai Rp989 ribu.
"PT BJTI memberlakukan wajib `stack? muat 100 persen dari total muatan kapal di Container Yard Lini 1 Terminal BJTI. Untuk masuk ke sana, per kontainer ditarik biaya Rp989 ribu," ujarnya.
Sebelum ada kebijakan ini, dia menjelaskan, kontainer yang berisi barang-barang milik para pengusaha, sebelum dipindahkan ke atas kapal di dermaga milik PT BJTI, berada di lapangan milik perusahaan pelayaran yang akan memberangkatkannya, yang berlokasi tak jauh dari Terminal Berlian.
"Semula biayanya hanya sebesar Rp538 ribu per kontainer yang dibayarkan kepada perusahaan pelayaran sebagai jasa angkut ke atas kapal. Artinya, jika PT BJTI sekarang mewajibkan seluruh kontainer berada di terminalnya dengan menarik biaya masuk Rp989 ribu per kotainer, ada pembengkakan biaya logistik senilai Rp451 ribu," katanya.
Padahal, tiap pengusaha sekali kirim barang tidak mungkin hanya satu kontainer, melainkan dalam jumlah banyak kontainer.
Lagi pula, lanjut dia, PT BJTI adalah Badan Usaha Pelabuhan yang fungsinya adalah operator pelabuhan.
"Dengan menerbitkan dua surat edaran yang justru semakin membebani biaya logistik terhadap para pengusaha, berarti PT BJTI telah menjalankan fungsi regulator, yang semestinya hanya dijalankan oleh Otoritas Pelabuhan, sebagai wakil pemerintah di pelabuhan," ujarnya.
Dedy menyebut kebijakan PT BJTI yang tertuang dalam dua surat edaran tersebut sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. "Sangat jauh dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang sejak beberapa tahun terakhir telah mengupayakan biaya logistik sekecil-kecilnya," ucapnya. (*)