Jember (Antaranews Jatim) - Total kerugian negara akibat pembalakan liar (illegal logging) yang dilakukan pelaku pencurian kayu hutan di kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Kabupaten Jember, Jawa Timur selama tahun 2017 mencapai Rp1,3 miliar.
Administratur Perum Perhutani KPH Jember Karuniawan Purwanto Sanjaya, Sabtu, di Jember mengatakan jumlah kasus pembalakan liar yang terjadi di wilayahnya sepanjang 2017 tercatat sebanyak 80 kasus dengan barang bukti yang berhasil diamankan sekitar 11.000 meter kubik.
"Jumlah pembalakan liar tahun ini menurun sekitar 40 persen dibandingkan tahun lalu karena petugas sudah maksimal melakukan kondusifitas keamanan di lapangan dengan melakukan berbagai upaya sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak menebang kayu hutan," katanya.
Menurutnya lokasi pembalakan liar tersebut terbanyak berada di kawasan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sabrang dan RPH Curahtakir yang berada di kawasan Perhutani Balai Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Ambulu.
"Dari dua lokasi pembalakan liar itu tercatat sekitar 1.050 pohon yang ditebang dengan tegakan pohon yang tinggi sudah berusia diatas 30 tahun, sehingga kerugiannya cukup tinggi karena satu pohon kerugiannya bisa mencapai Rp2 hingga Rp5 juta," tuturnya.
Pembalakan liar yang terjadi di BKPH Ambulu yang memiliki luas sekitar 13.053 hektare tercatat jumlah kasusnya sebanyak 63 kasus dari total 80 kasus di KPH Perhutani Jember dengan kerugian negara senilai Rp1,25 miliar.
Jenis kayu yang banyak ditebang oleh pelaku pembalakan liar yakni kayu sono dan kayu jati yang bernilai jual tinggi baik yang berada di kawasan hutan produksi maupun hutan lindung di KPH Perhutani Jember.
"Pelaku ilegal loging baik yang besar maupun kecil sudah ditangkap untuk efek jera bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan, namun kami juga terus berupaya melakukan pencegahan dan pendekatan persuasif kepada masyarakat, agar tidak menebang kayu hutan secara liar karena dapat merusak ekosistem hutan," katanya.
Karuniawan mengatakan banyak destinasi wisata alam yang berada di kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan diperbolehkan menanam tumpang sari di sela-sela pohon yang bisa digarap petani.
"Penyuluhan terus dilakukan agar kasus pembalakan liar dapat menurun, sehingga diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan potensi wisata dan menanam dengan sistem tumpang sari. Jangan lagi melakukan pembalakan liar yang dapat merusak kawasan hutan, terutama hutan lindung," ujarnya, menambahkan.(*)
Video Oleh Zumrotun Solicha