Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Disbudpar Pemprov Jatim) memproyeksikan perupa muda di wilayah provinsi setempat agar dapat tampil pada ajang kesenian di tingkat internasional.
"Sudah menjadi tanggung jawab pemeritah untuk memberikan fasilitas terhadap seniman Jawa Timur yang prestasinya baik tapi kesulitan akses untuk menampilkan karyanya," ujar Kepala Disbudpar Pemprov Jatim Jariyanto saat membuka “East Java Young Artist Festival” (EJAF) 2017 di Surabaya, Selasa.
Maka Disbudpar Jatim menggandeng Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) untuk memproyeksikan seniman setempat agar bisa tampil di pentas Internasional, salah satunya dengan menggelar EJAF yang mengangkat tema "Narative Fragment".
EJAF menyuguhkan pameran seni rupa karya perupa-perupa muda dari seluruh kabupaten/ kota se- Jawa Timur, yang berlangsung di Ruang Lobi Hotel Singgasana Surabaya, 28 November – 12 Desember.
Ketua DKJT Taufik "Monyong" Hidayat menjelaskan para peserta yang berpameran di EJAF adalah perupa muda dengan usia maksimal 27 tahun.
DKJT menggandeng kurator seni rupa Syarifuddin untuk memilih 36 perupa muda dari seluruh kabupaten/ kota se- Jawa Timur untuk manampilkan masing-masing satu karyanya di EJAF 2017.
"Jatim memiliki 38 kabupaten/ kota. Tapi ada dua kabupaten yang tidak ikut dalam pameran ini karena kami tidak dapat menemukan perupa yang usianya di bawah 27 tahun," katanya.
Taufik mengatakan seluruh perupa muda yang telah terpilih dan tampil di pameran EJAF 2017 selanjutnya akan diproyeksikan agar dapat mengikuti even kesenian bertaraf internasional di luar negeri.
"Ini dalam rangka kaderisasi. Ada subsidinya bagi peningkatan kualitas karya mereka. Program kami lebih visioner daripada sekadar rutinitas. Sehingga nanti akan ada akses bagi mereka untuk tindak lanjut kegiatan ini ke depan," katanya.
Kurator Syarifuddin menilai bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan entitas kesenian yang begitu luas tapi tidak tersebar cukup bagus di keseluruhan wilayahnya yang disebabkan oleh perbedaan infrastruktur di tiap kabupaten/ kota.
"Ada kota yang senimannya sangat progresif, seperti di Kota Surabaya, Malang dan Pasuruan. Tapi di daerah kabupaten/ kota lain generasi senimannya terus memudar karena kesulitan akses untuk menampilkan karyanya," ujarnya.
Namun menurut dia infrasturkur seni rupa sekarang sudah berubah. "Kalau dulu perupa sangat bergantung dengan kolektor dan pemilik modal, sekarang sudah dihinggapi infrastruktur baru era digital. Seniman sekarang sudah terbantu dengan media sosial untuk mencari pembeli," katanya.
Meski begitu, dia menekankan, aktivitas seni tanpa infrastruktur memang tidak bisa maju. Selain itu memang diperlukan ajang seperti EJAF yang dapat membantu akses seniman-seniman muda untuk mendorong tampil di level internasional. (*)