Jakarta, (Antara) - Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya keberanian dalam mengambil sebuah keputusan sebagaimana dirinya telah menerapkan dalam setiap kebijakan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri Pembukaan Kongres Trisakti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) XX, di Graha Gubernuran, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, Rabu, mengaku telah menerapkan keberanian dalam setiap kebijakan yang dikeluarkannya.
Mulai dari penetapan Hari Lahir Pancasila, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, hingga negosiasi dengan PT Freeport Indonesia.
Saat memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Presiden menyampaikan kepada menteri-menteri terkait untuk menyiapkan Perppu.
"Setiap memutuskan, saya yang bertanggung jawab. Ini adalah hak kewenangan yang diberikan kepada saya untuk membuat Perppu," ucap Presiden sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.
Presiden menyatakan jika Perppu tersebut tidak dikeluarkan maka isu anti-Pancasila akan terus ada dan eksistensi bangsa Indonesia di masa mendatang akan dipertaruhkan.
"Kalau kebenaran itu tidak kita lakukan, ya kita akan ragu-ragu terus. Kita ini takut terhadap apa enggak ngerti saya," ujar Presiden.
Hal lainnya yang diputuskan Presiden adalah 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
"Saat itu banyak yang ragu. Ini nanti jadi polemik, jadi ramai. Saya sampaikan, ini sejarah yang harus kita putuskan. Jangan ragu," tutur Kepala Negara.
Padahal, dasar pemikiran Presiden menjadikan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila adalah karena Pancasila merupakan hal sangat mendasar bagi bangsa Indonesia.
"Pancasila sebagai ideologi negara. Jangan ragu. Tapi setelah diputuskan ya enggak ada apa-apa," ucap Presiden.
Keputusan lainnya yang diambil oleh Presiden Jokowi adalah terkait divestasi saham 51 persen pemerintah terhadap PT Freeport Indonesia.
"Berapa puluh tahun kita hanya diberi sembilan persen, diam saja. Saya enggak tahu diamnya karena apa. Apakah takut? Apakah karena diberi sesuatu karena memang saya enggak ngerti?" ucap Presiden.
Untuk itu, Presiden memberikan tugas kepada tiga jajarannya, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan Menteri BUMN Rini Soemarno, untuk melakukan perundingan.
Walaupun sudah berlangsung selama tiga tahun, negosiasi masih terus dipertahankan. "Nego terus minta 51 persen, jangan mundur," ujar Presiden, menegaskan.
Hal ini karena Presiden meyakini jika usaha keras pemerintah akan memberikan hasil yang terbaik.
"Tapi saya yakin kita dapat (51 persen). Kalau kita ragu-ragu terus ya dimainin terus," tambahnya.
Lebih lanjut, Presiden juga menyatakan pentingnya ketegasan dalam menjaga sumber daya alam laut Indonesia.
Apalagi selama ini ribuan kapal negara asing banyak yang mengambil hasil laut Indonesia dengan bebas tanpa peringatan.
"Kita diamkan saja. Ini kita ngerti, apa memang kita enggak ngerti, ngerti tapi diam, apa memang tidak ngerti. Tapi masa tujuh ribu kapal lalu lalang diam saja," tutur Presiden.
Akibatnya, sumber daya laut semakin berkurang dan nelayan pun kehilangan mata pencaharian.
Namun, keberanian menindak kapal laut yang mengambil ikan di perairan Indonesia baru dilakukan saat posisi Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat oleh Susi Pudjiastuti dengan mengeluarkan kebijakan menenggelamkan kapal-kapal tersebut.
"Dalam setiap dekade nelayan itu turun sampai separuh, dari 1,6 juta menjadi 800 ribu karena memang ikannya tidak ada jadi mereka (nelayan) pindah profesi. Hal-hal seperti ini yang tidak pernah kita perhatikan. Siapa yang harus melindung sumber daya alam laut kita? Ya harus kita sendiri, bukan minta-minta ke negara lain untuk melindungi sumber daya alam laut kita, tidak akan," ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga berbicara mengenai masalah infrastruktur.
Ia mengingatkan pentingnya pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan pemerintah bukan hanya untuk mengurangi ketimpangan di Tanah Air, tetapi juga untuk berkompetisi dengan negara lain.
"Infrastruktur di seluruh Indonesia adalah mutlak diperlukan kalau kita ingin bersaing dengan negara-negara lain. Memang mungkin ada yang sakit, ada yang merasakan pahit, tapi lihatlah kalau barang-barang ini selesai, rampung, baik yang namanya pelabuhan, tol, 'airport', di kabupaten-kabupaten kecil, pembangkit listrik itu selesai ini sangat fundamental untuk sebuah pergerakan ekonomi, menguatkan, meneguhkan kita dalam bersaing di era persaingan ini," papar Presiden.
Terakhir yang tak kalah pentingnya adalah masalah pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Presiden telah menyatakan komitmennya untuk melakukan pembangunan sumber daya manusia secara besar-besaran melalui sejumlah inovasi di bidang pendidikan kejuruan.
"Kita ini sudah terlalu lama monoton, tidak merubah, tidak berubah, padahal dunia sudah berubah sangat cepat sekali. Kalau pembangunan sumber daya manusia ini tidak kita kerjakan, benar kita akan ditinggal. Kita akan kalah dengan negara-negara kecil di sekitar kita," tutur Presiden.
Meski demikian, Presiden tetap yakin bahwa Indonesia akan bisa bersaing dengan negara lain dengan kekuatan persatuan dan potensi sumber daya yang dimiliki.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Ketua Presidium GMNI Chrisman Damanik, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo.(*)