Bojonegoro (Antara Jatim) - Ketua Penelitian Unggulan Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" (UPNV) Yogyakarta Dr. Sri Suryaningsum mengatakan Pemerintah harus mampu menekan biaya operasi dan "sunk cost" (investasi) migas dalam menghadapi harga migas yang tidak menentu.
"Pemahaman pola "gross split" pembagian keuntungan di depan. Sedangkan berapapun biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ditanggung sendiri," ucapnya menjelaskan.
Dengan demikian, menurut dia, kontraktor secara alami akan melakukan penghematan, sehingga penerimaan migas negara lebih pasti karena tidak terpengaruh oleh besarnya "cost recovery".
Selain itu, lanjut dia, birokrasi lebih efisien dan sederhana karena tidak ada proses persetujuan "cost recovery" oleh pemerintah.
"Namun tidak mudah melaksanakan aturan baru, dari "cost recovery" ke "gross split"," ujarnya.
Akan halnya di Bojonegoro, menurut dia, pola pengelolaan lapangan minyak Blok Cepu untuk biaya "cost recovery" ditanggung Pemerintah termasuk daerah penghasil bisa diubah dengan pola "gross split".
"Ya harus pola pengelolaan migas di Bojonegoro juga diubah dengan pola "gross split"," ucapnya menegaskan.
Sebetulnya, kata dia, semua biasa operasi dalam pengelolaan migas menjadi tanggung jawab perusahaan, hanya saja skema "cost recovery" dinilai kurang efisien.
"Karena biaya membengkak dan ujung-ujungnya penerimaan negara berkurang," ucapnya.
Ia menambahkan Himpunan Mahasiswa Akuntansi FEB UPNVY telah menggelar seminar dengan menghadirkan sejumlah nara sumber untuk membahas "Holding Pertambangan dan Gross Split" pada 11 November. (*)