Surabaya (Antara Jatim) - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur mendorong agar Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah di wilayah setempat meningkatkan modal inti, tujuannya untuk memenuhi kelayakan perbankan sesuai dengan Peraturan OJK No 66/POJK.03/2016.
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono di Surabaya, Senin mengatakan dalam aturan itu disebutkan seluruh BPR Syariah dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 miliar paling lambat tanggal 31 Desember 2020, dan Rp6 miliar paling lambat pada tanggal 31 Desember 2025.
Ia mengatakan, aturan itu sebagai upaya meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan, sebab sesuai data OJK risiko kredit NPL atau kredit macet BPR Syariah di Jawa Timur cenderung meningkat pada triwulan III tahun 2017 dengan nilai 10 persen, dibanding rasio NPL BPR Konvensional yang hanya sebesar 8,04 persen.
Heru mengatakan, sesuai data OJK Jatim terdapat 11 BPRS di wilayah setempat memiliki modal inti kurang dari Rp3 miliar, 8 BPRS dengan modal inti lebih dari Rp3 miliar namun kurang dari Rp6 miliar, dan 10 BPRS dengan modal inti lebih besar dari Rp6 miliar.
"Dengan demikian, masih terdapat 19 BPRS di Jawa Timur yang harus meningkatkan modal inti minimumnya menjadi sebesar Rp6 miliar sampai dengan akhir tahun 2020 maupun tahun 2025," kata Heru dalam acara Evaluasi Kinerja BPR Syariah Se-Jawa Timur di Surabaya.
Oleh karena itu, kata dia, OJK meminta agar BPRS dapat menyusun rencana tindak (action plan) peningkatan modal inti dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan laba dan penambahan modal disetor oleh pemegang saham, maupun melalui upaya merger, konsolidasi dan akuisisi.
Ia mengatakan, tingkat kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap perbankan syariah saat ini telah mengalami peningkatan yang signifikan, meski pangsa aset perbankan syariah terhadap perbankan Jawa Timur sampai dengan triwulan 3 tahun 2017 masih tercatat sebesar 4,70 persen atau belum dapat melebihi target 5 persen.
Perkembangan industri perbankan syariah di Jatim, kata dia, tidak terlepas dari perkembangan BPRS dengan total aset di akhir triwulan III tahun 2017 tercatat sebesar Rp1,69 triliun, dengan pangsa mencapai 6,37 persen dari total aset perbankan syariah di Jawa Timur.
Sementara itu, untuk pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun serta pembiayaan yang disalurkan masing-masing mencapai 4,16 persen dan 5,22 persen.
"Struktur DPK yang dihimpun oleh BPRS di Jatim relatif lebih efisien, dengan komposisi dana mahal dalam bentuk deposito mencapai sebesar 53,86 persen, lebih kecil dibandingkan pangsa deposito pada BPR Konvensional di Jawa Timur yang mencapai sebesar 68,66 persen," katanya.
Sementara itu, mayoritas pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS di Jatim merupakan pembiayaan produktif dengan pangsa mencapai 52,61 persen.
"Secara umum pangsa tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan pangsa kredit produktif BPR Konvensional yang mencapai sebesar 70,16 persen. Oleh karena itu kami dorong, dengan fokus pada fungsi modal bank sebagai 'risk buffer' yang menjadi fokus perhatian kami," katanya.(*)