Surabaya, (Antara Jatim) - Ratusan warga Desa Wage, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis mendatangi kantor balai desa setempat menuntut Kepala Desa Bambang Heri Sutiyono mundur lantaran dianggap tidak transparan pengurusan sertifikat tanah dan sistem prona.
Ratusan warga itu membawa spanduk-spanduk yang bertuliskan "Turunkan Kades", "Tegakan Keadilan", "Kembalikan Aset Desa Wage" dan "Pimpinan Amanah dan Jujur Harga Mati".Koordinator lapangan aksi tersebut, Andik mengatakan aksi tersebut bermula saat Kades Wage membentuk tim prona dan tidak terjadi kesepakatan dengan warga. Warga mengeluh karena dibebani biaya yang terlalu mahal mulai dari Rp2 juta hingga Rp10 juta untuk pengurusan sertifikat tersebut.
Kepala desa juga dianggap salah setelah mengeluarkan surat keterangan perihal tanah yang sebenarnya diperuntukkan makam menjadi perluasan masjid di Dusun Sri Tanjung.
"Kami meminta Kepala Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo untuk mundur dari jabatannya karena di dalam mengambil keputusan desa tidak pernah melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)," kata Andik kepada wartawan.
Senada dengan Andik, salah seorang warga, Muslikah mengatakan bahwa masyarakat merasa dirugikan karena untuk mengurus sertifikat dengan sistem prona dibebani biaya yang mahal dengan besaran bervariasi antara Rp1,5 juta hingga Rp10 juta.
"Sebenarnya biaya pembuatan sertifikat melalui program prona kan gratis, dan warga di sini kalau dibebani semahal itu keberatan," ujarnya.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh kepala desa, lanjut dia, selama ini juga dinilai sangat memberatkan warganya dan tidak pernah melibatkan tokoh masyarakat. "Pada intinya kami bersama warga desa menuntut kepala desa mundur dari jabatannya," ucapnya, menegaskan.
Selain tidak melibatkan tokoh dan lembaga serta masyarakat desa, Kades Bambang Hari juga berupaya menganti semaunya (tanpa prosedur), orang-orang yang duduk di BPD, LMD maupun lembaga desa lainnya.
Sementara itu Kepala Desa Wage Bambang Heri Sutiyono mengatakan bahwa pihaknya siap untuk diperiksa oleh Inspektorat Kabupaten Sidoarjo dan siap mundur jika memang terbukti bersalah.
Dirinya mengakui salah dan telah membuat pernyataan di atas kertas karena saat mengambil kebijakan jarang melibatkan BPD dan LPMD. "Saya akui salah dan sudah meminta maaf melalui surat pernyataan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi," ujarnya.
Para warga akhirnya membubarkan diri pada pukul 14.00 WIB setelah melakukan pertemuan dengan kepala desa.(*)