Surabaya (Antara Jatim) - Mantan Asisten II Sekdaprov Jawa Timur Hadi Prasetyo memilih untuk menunggu dan melihat perkembangan politik sebelum memutuskan maju atau tidaknya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim 2018.
"Saya masih menunggu dulu dan belum berpikir untuk mendaftar ke partai politik manapun," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Sabtu.
Nama pria yang sekarang menjabat Komisaris Utama PT SIER tersebut menjadi salah satu kandidat yang dimunculkan dalam bursa Pilkada tahun depan sehingga didorong maju untuk mendaftar dari partai politik.
Menurut dia, masih terlalu dini mendaftar, termasuk lebih memilih sebagai bakal calon gubernur atau wakilnya saat ini sehingga melihat dinamika politik beberapa waktu ke depan.
Mantan Kepala Bappeda Provinsi Jatim itu menilai kandidat yang bertarung ke depannya memerlukan seseorang yang berkompetensi di bidangnya, terutama perekonomian.
Dia menjelaskan bahwa kapasitas ekonomi Provinsi Jatim sampai 2010 masih pada peringkat ke-3 setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat, tetapi sejak 2011 sampai sekarang peringkat Jatim menjadi ke-2 setelah DKI menggeser Jawa Barat.
Hal ini dibuktikan dari peringkat kontribusi PDRB terhadap PDB Indonesia, yakni DKI masih memberi kontribusi antara 16-16,5 persen, Jawa Timur berkontribusi antara 15-15,5 persen, Jawa Barat sekitar 12-13 persen dan Jawa Tengah sekitar 8 persen.
"Maka bisa dipahami betapa peran ekonomi Jatim bersama DKI dan Jawa Barat serta Jawa Tengah menjadi tulang punggung ekonomi nasional, yang secara bersama-sama berkontribusi lebih dari 50 persen ekonomi Indonesia," katanya.
Kendati demikian, kata dia, peran sektor ekonomi riil Jawa Timur harus dibaca nomor satu di antara provinsi di Indonesia,l karena DKI lebih banyak didominasi sektor keuangan dan jasa.
Karena itulah ia mengingatkan pemimpin Jatim ke depan harus siap menghadapi tantangan ekonomi yang serius, salah satunya penurunan knerja sektor ekonomi riil yang menyebabkan penurunan relatif terhadap kesempatan kerja signifikan.
Hal ini, lanjut dia, menjadi persoalan yang makin serius karena pada saat yang bersamaan akibat struktur kelahiran penduduk, menyebabkan melimpahnya angkatan kerja usia produktif (bonus demografi) yang akan berlangsung hingga tahun 2030-an.
Hadi Prast, sapaan akrabnya, mengatakan jika bonus demografi btidak dikelola secara cerdas maka akan menjadi jebakan demografi dan berdampak penurunan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi.
"Pertanyaannya, apakah visi para elit partai-partai politik telah fokus terhadap dan memerlukan kompetensi profesional menangani hal-hal seperti ini? Kalau memang dibutuhkan, baru saya akan berpikir maju Pilkada," katanya. (*)