Dalam sidang yang dipimpin langsung oleh Kepala Pengadilan Negeri Tulungagung Mohammad Istiadi dan dua hakim anggota masing-masing Yudi Eka Putra dan Yuri Adriansyah itu, majelis hakim menilai pihak penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalil gugatannya.
"Mengacu pasal 720 dan 1.320 kitab KUHAPerdata, peraturan-peraturan dan perundangan lain yang berhubungan dengan perkara ini, (maka) mengadili, dalam konvensi, dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat untuk seluruhnya," kata M Istiadi saat membacakan amar putusan.
Sedangkan dalam pokok perkara, lanjut Istiadi saat membacakan amar putusan, majelis hakim menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya.
Sementara dalam rekonvensi (gugatan balik yang diajukan pihak tergugat atas penggugat), satu, majelis hakim menyatakan mengabulkan gugatan tergugat konvensi atau penggugat rekovensi untuk sebagian.
Dua, menyatakan bukti-bukti yang diajukan pengugat rekonvensi adalah sah dan berharga menurut hukum.
"Tiga, menyatakan surat akta hak kepemilikan tanah tertanggal 02 Mei 1931 oleh Notasi Jaan Willem Roeloefes tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, termasuk juga nomor 'eigendon verponding'," tutur Istiadi membacakan amar putusan di persidangan.
Total ada 13 poin kesimpulan akhir dalam amar putusan itu majelis hakim juga memerintahkan pengosongan lahan sengketa dari hunian warga seluas 1431,11 hektare yang selama ini diduduki warga untuk diserahkan kepada TNI, serta membebankan biaya perkara kepada pihak tergugat senilai Rp40,705 juta.
"Konvensi (gugatan biasa) dan rekonvensi (gugatan balik tergugat) ini saling bertalian selama masih berhubungan dengan pokok perkara," ujar Humas PN Tulungagung Yuri Adriansyah dikonfirmasi usai sidang.
Yuri tidak menjelaskan detil pertimbangan hukum yang dibacakan majelis hakim dalam persidangan. Ia beralasan hakim atau siapapun tidak bisa mengomentari putusan majelis. Apalagi Yuri Adriansyah kebetulan juga menjadi salah satu hakim anggota.
"Untuk pertimbangan hakim saya tidak bisa mengomentari. Untuk putusan selengkapnya, masyarakat dan teman-teman media bisa melihat nanti jika sudah diunggah di laman resmi Mahkamah Agung," katanya.
Sidang berlangsung kurang lebih sejam, mulai pukul 10.00 WIB hingga 11.05 WIB. Sidang berlangsung terbuka, namun akses warga ke dalam ruang sidang dibatasi.
Hanya beberapa perwakilan warga yang diperkenankan masuk hingga dalam ruang sidang, pengacara, petugas keamanan dan awak media.
Sementara ratusan warga yang datang berbondong-bondong menggunakan aneka kendaraan truk, MPU dan sepeda motor dari lima desa dalam kawasan eks-Perkebunan Kaligentong hanya menunggu di luar gedung pengadilan.
Pengacara Eggy Sudjana yang keluar usai persidangan segera menemui massa yang didampinginya dan menyampaikan hasil putusan majelis hakim yang menolak seluruh gugatan warga yang diajukan melalui kuasa hukum.
"Putusan itu tidak berperikemanusiaan kepada rakyat. Kalian harus dalam waktu segera mengosongkan tanah. Padahal kalau betuk adanya Pancasila untuk keadilan sosial, tanah itu diberikan sajalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. TNI jika butuh kan bisa minta kepada pemerintah, bisa dianggarkan di DPR, di DPRD," kata Eggy Sudjana disambut pekik histeris warga.
Eggy menyebut putusan hakim telah mendzolimi ribuan warga yang tinggal di lahan eks-perkebunan Kaligentong.
Dan atas kemauan massa yang ditanya langsung di akhir penyampaian hasil putusan persidangan itu, Eggy Sudjana memastikan warga menghendaki dilakukannya banding atas putusan majelis hakim PN Tulungagung itu.
"Dalam waktu dekat sebelum masa pengajuan banding habis dalam dua pekan ini kami akan layangkan permohonan banding kepada majelis hakim," ucap Eggy.(*)
Video oleh: Destyan H Sujarwoko