Surabaya (Antara Jatim) - Indonesian Civil Rights Watch (ICRW) menyikapi putusan Mahkamah Konsititusi (MK) yang menolak gugatan yang diajukan Wali Kota Blitar terkait pengelolaan pendidikan SMA/SMK yang beralih dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi.
Ketua Divisi Advokasi ICRW Didik Prasetiyono, di Surabaya, Kamis, mengatakan pihaknya menghormati putusan MK No. 30/PPU-XIV/2016 tentang uji materi UU 23/2014, yang diajukan Wali Kota Blitar Samanhudi, meski substansi putusannya tidak mengubah kewenangan pengelolaan pendidikan SMA/SMK yang saat ini dikelola Pemerintah Provinsi.
"Kami juga menghargai ikhtiar Wali Kota Blitar Samanhudi yang telah mengajukan uji materi UU 23/2014 ke MK," katanya.
Menurut dia, Wali Kota Blitar menjadi contoh yang sangat baik tentang kepala daerah yang taat prosedur hukum dan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan kepentingan rakyat di daerahnya. Bahkan wali kota berani mematok anggaran pendidikan 38 persen atau Rp280 miliar dari total APBD Rp746,3 miliar.
Keberanian mematok anggaran pendidikan yang begitu besar harus dibaca sebagai cara Wali Kota Blitar untuk melindungi kepentingan rakyatnya dalam urusan pendidikan. Sehingga di Kota Blitar, pendidikan tidak hanya gratis atau bebas biaya, lebih dari itu Pemerintah Kota juga memberi banyak fasilitas lain yang memudahkan rakyat.
"Inilah cara mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kebijakan anggaran yang berpihak," ujarnya.
Namun demikian, lanjut dia, masih ada satu perkara lagi di MK yakni Perkara Nomor 31/2016 yaitu upaya uji materi oleh empat warga Kota Surabaya atas UU 23/2014, yang merasa mengalami kerugian konstitusional akibat peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemkot Surabaya kepada Pemprov Jawa Timur.
"Kita semua menunggu amar putusan MK atas upaya hukum itu," ujarnya.
Sebetulnya, lanjut dia, apa yang dilakukan wali kota Blitar sama dengan apa yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang berani mengalokasikan 32 persen dari APBD untuk keperluan anggaran pendidikan. Warga kota merasa menikmati pendidikan yang berkualitas dan sangat murah.
Namun, lanjut dia, ketika peralihan kewenangan pengelolaan SMA/ SMK kepada Pemprov Jawa Timur, kemudian diikuti kebijakan Gubernur Jatim Soekarwo yang menerapkan kembali pendidikan berbayar, maka warga Surabaya gelisah dan berupaya mencari keadilan ke MK.
Untuk itu, ICRW mendorong terwujudnya komitmen politik anggaran pendidikan sesuai amanat UUD 45 yang jelas pada penyusunan APBD 2018 di seluruh tingkatan pemerintahan khususnya di APBD Provinsi guna mengalokasikan minimal 20 persen anggaran agar proses belajar mengajar yang efektif dan meringankan beban rakyat dapat terwujud. (*)