Surabaya (Antara Jatim) - Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya membantah telah menjadi penyebab adanya usulan menurunkan tarif pajak hiburan dalam draf Raperda Pajak Daerah yang saat ini sedang dibahas di Komisi A DPRD Surabaya.
"Kalau ada kabar bahwa penurunan pajak hiburan berasal dari produk yang dihasilkan BPP yakni Perda Daring (dalam jaringan) atau online itu tidak benar, itu salah menafsirkan saja," kata Ketua BPP, M Machmud, kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, Komisi A saat ini sedang mengerjakan pansus revisi Perda Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, sedangkan Perda Daring merupakan usulan komisi B yang dijadikan perda inisiatif DPRD Surabaya yang kemudian dibahas BPP dan sudah jadi Perda Nomor 1 Tahun 2017.
"Tapi yang dipermasalahkan dalam perda daring terkait penurunan pajak hiburan itu perda nomor berapa, pasal berapa," katanya.
Hal ini dikarenakan dalam perda daring itu terdapat beberapa bagian meliputi pajak hiburan, parkir, hotel dan restoran. "Jadi harus jelas, yang dimaksud perunan pajak hiburan yang mana," katanya.
Sekretaris Pansus Revisi Pajak Daerah DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sebelumnya mengatakan adanya usulan penurunan pajak hiburan berasal dari Perda Pajak Daring yang dibahas Badan Pembuat Perda (BPP).
"Itu bukan usulan kami. Apalagi usulan Raperda ini disusun sejak tahun 2015," katanya.
Ia menegaskan bahwa pembahasan Rapeda Pajak Daerah ini semangatnya justru untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi. Dasar pembahasannya adalah hasil pajak yang diterima yang proyeksikan selama 2-4 tahun terakhir dan ini per item jadi bisa naik dan turun.
"Secara pribadi saya berpendapat bahwa pajak untuk RHU itu seharusnya tetap atau dinaikkan, dengan maksud agar lokasi hiburan itu hanya untuk mereka yang benar-benar butuh rekreasi dan mampu, karena biayanya pasti mahal, tetapi sekali lagi, ini pendapat pribadi saya karena Pansus masih bekerja dan belum ber-statemen," ujarnya.
Ia menjabarkan jika ada beberapa aspek yang mendasar bagi pansus untuk melakukan pembahasan Raperda Pajak Daerah yakni, aspek proyeksi dan realisasi penerimanaan pajak selama 3-4 tahun terakhir.
"Apakah bersifat mendukung atau justru membebani kegiatan ekonomi kreatif atau UMKM. Selain itu juga mempertimbangkan aspek moralitas masyarakat, mempertimbangkan beban ekonomi masyarakat," katanya.
Adi mencontohnya soal pameran untuk busana, komputer, elektronik, otomotif dan porperty, semula 20 persen diwacanakan turun menjadi 10 persen, ini semata-mata untuk membantu para penyelenggara dan pengusaha agar semakin tumbuh, karena jika pajaknya rendah maka animo untuk pameran akan semakin banyak.
Sebaliknya, lanjut Awi, untuk pajak parkir kami wacanakan untuk dinaikkan 100 persen hingga 200 persen. Ia mencontohkan di sejumlah toko modern yang sampai saat ini menghitung sendiri besaran nilai pajaknya, karena memang tidak memungut jasa parkir, sehingga selama ini hanya menyetorkan pajak dengan nilai rata-rata Rp 100 ribu/toko/bulan, padahal, praktiknya tetap ada tarikan di lokasi itu.
Menurutnya, Pansus Raperda Pajak Daerah yang saat ini dilaksanakan oleh Komisi A DPRD Surabaya, secara prinsip memiliki estimasi sementara, agar arah perbaikan aturan nilai pajak ini diharapkan akan terjadi kenaikan penerimanaan pajak daerah.
"Secara total, perolehan pajak dari RHU pada tahun 2016 lalu sebesar Rp3 triliun dari target Rp2,8 trilun, untuk itu pada tahun 2017 kami targetkan Rp3,1 triliun," katanya.
Adi Sutarwijono juga menjelaskan bahwa salah satu item RHU itu adalah hiburan, contohnya bioskop pada 2016 penerimaan pajaknya Rp59 miliar dari target Rp62 Miliar.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan ( Dispenda) Surabaya Yusron Sumartono saat dikonfirmasi wartwan mengatakan bahwa angka yang muncul dalam draf revisi Raperda Pajak Daerah itu bukan berasal dari pihaknya, melainkan muncul dalam draf Perda Pajak Dalam Jaringan (daring).
Yusron mengaku tidak tahu dasar perhitungan penurunan pajak tersebut. Apalagi, target utama dari pembahasan perubahan perda sebenarnya adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia hanya menegaskan bahwa hal itu merupakan inisiasi DPRD Surabaya. (*)