Surabaya (Antara Jatim) - Legislator menolak adanya penurunan tarif pajak hiburan yang diusulkan Pemerintah Kota Surabaya pada saat pembahasan Raperda Pajak Daerah.
Anggota Pansus Raperda Pajak Daerah DPRD Surabaya Minun Latif, di Surabaya, Kamis, mengatakan tarif pajak hiburan setidaknya tetap, bahkan kalau bisa dinaikkan untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD).
"Jadi tidak bisa diturunkan. Jika tetap dipaksakan, usulan pemkot itu bisa memicu masalah sosial," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini.
Draf Raperda Pajak Daerah disebutkan penurunan pajak untuk tempat hiburan belum dihapus di antaranya untuk pergelaran, kesenian, musik, tari, atau busana yang semula 20 persen dari total pendapatan berkurang tinggal 10 persen.
Begitu juga pajak untuk kontes kecantikan yang semula pajaknya 35 persen diturunkan menjadi 10 persen dan arena permainan biliar, golf, dan boling turun dengan angka yang sama.
"Pajak Hiburan itu nilainya dibuat besar memang untuk menjadi pembatas agar tidak banyak masalah sosial yang terjadi sebagai dampak negatifnya," katanya.
Namun demikian, lanjut dia, pihaknya mengakui sampai dengan tahap pembahasan kali ini, pansus belum sampai pada pembahasan pajak hiburan yang sempat menjadi heboh saat usulannya disampaikan ke legislatif beberapa waktu lalu.
"Pembahasan di pansus memang belum sampai ke pajak hiburan, kami masih membahas sampai pajak reklame," kata Minun.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan ( Dispenda) Surabaya Yusron Sumartono saat dikonfirmasi wartwan mengatakan bahwa angka yang muncul dalam draf revisi Raperda Pajak Daerah itu bukan berasal dari pihaknya, melainkan muncul dalam draf Perda Pajak Dalam Jaringan (daring).
Yusron mengaku tidak tahu dasar perhitungan penurunan pajak tersebut. Apalagi, target utama dari pembahasan perubahan perda sebenarnya adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia hanya menegaskan bahwa hal itu merupakan inisiasi DPRD Surabaya. (*)