Mereka yang melakukan pemantauan terdiri dari Atase Perhubungan, Muhammad Abduh, Atase Imigrasi, Mulkan Lekat, Atase Kepolisian, Kombes Pol Chaidir, Atase Riset, Tjahjono, Konsuler, Yusron B Ambhary dan Sekretaris III Pensosbud Stania Puspawardhani.
Rombongan terlebih dahulu berkunjung ke KJRI Kuching dan diterima Pelaksana Fungsi Konsuler II, Muhammad Abdullah dan sejumlah pejabat kemudian dilanjutkan kunjungan ke terminal bus diterima Operation Manager Sentral Solution SDN BHD, Stanley Ong Phang Loon.
Stanley mengatakan bus rute internasional Kuching - Pontianak dilayani oleh dua perusahaan bus dari Indonesia yakni Perum Damri dan perusahaan swasta SJS dari PT Setia Jiwani Sakti sebanyak 11 kali pemberangkatan per hari.
"Untuk harga tiket bus Kuching - Pontianak RM 60 (Rp187 ribu) untuk bus biasa, RM 75 untuk bus eksekutif dan RM 80 untuk super eksekutif," ucapnya.
Dia mengatakan untuk penumpang per hari dari Kuching ke sejumlah Kota Bintulu, Sibu dan tujuan internasional seperti Brunei dan Pontianak Provinsi Kalimantan Barat mencapai 600 orang per hari.
"Untuk puncak arus mudik lebaran biasanya menjelang dua hingga tiga hari H dengan jumlah penumpang dua hingga tiga kali dari jumlah biasa. Damri biasanya menambah satu hingga dua bus," tambahnya.
Pada kesempatan tersebut agen tiket Bus Damri di Kuching, Astini Atmin mengatakan pada dua hingga tiga hari ini penumpang yang menggunakan bus mulai berkurang karena beralih ke maspakai penerbangan berbiaya murah, AirAsia yang telah membuka penerbangan Kuching - Pontianak dan beroperasinya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) terpadu di Aruk Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
"Penumpang harian hanya dua tiga orang karena memilih pakai pesawat kemudian dengan beroperasinya PLBN Aruk yang sudah 'open port'. Karena bisa stempel paspor penumpang dari Sambas memilih taksi gelap karena kalau menggunakan bus akan memutar," ungkapnya.
Tentang taksi gelap ini pihaknya sudah pernah komplain ke Jawatan Pengurusan Jalan (JPJ) Kuching saat pertemuan tahunan, cuma masalahnya mereka yang mengoperasikan taksi gelap tersebut adalah orang Indonesia sendiri bukan orang dari Malaysia.
"Taksi gelap masuk dari Tempedu. Nanti kalau ditanya petugas mereka bilang penumpangnya keluarga sehingga bisa lolos," imbuhnya.
Dia mengatakan kalau mereka naik taksi gelap bisa langsung ke penginapan sedangkan kalau ke terminal bus harus naik taksi untuk menuju ke penginapan atau tempat pengobatan (rumah sakit) sehingga ongkosnya mungkin lebih murah.
"Kalau dari terminal bus ke Bandara naik taksi sudah RM 17, ke Rumah Sakit Norma di Petra Jaya hampir RM 45, jadi mereka rasakan dengan naik bus lebih mahal, kemudian dengan adanya AirAsia sekarang," ujarnya.
Astini mengatakan penumpang dari Indonesia ke Kuching kebanyakan untuk urusan pengobatan, sedangkan penumpang TKI sudah jarang karena sudah diurus perusahaan sehingga tidak masuk ke Terminal Sentral Kuching lagi.
"Kalau TKI sudah ada perusahaann yang urus, mereka langsung ke Miri atau Bintulu sehingga tidak masuk terminal lagi, karena trayek lokal ada yang sampai ke Bintulu Perbatasan," tuturnya.
Untuk mengatasi persaingan, ujar dia, pihaknya berusaha menjelaskan ke penumpang tentang jenis bus-nya kemudian bagasi yang gratis sedangkan untuk pesawat satu kilogram RM 45, fasilitas wi-fi dan ada promosi gratis satu untuk 10 penumpang dan dua untuk rombongan.(*)
Video oleh: Agus Setiawan