Jember (Antara Jatim) - Rapat kerja nasional (Rakernas) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menghasilkan tujuh rekomendasi untuk pemerintah guna mewujudkan swasembada gula yang berdaya saing di Indonesia.
"Rakernas APTRI yang digelar di aula pusat penelitian perkebunan gula Indonesia (P3GI) di Kota Pasuruan pada 12-13 Mei 2017 menghasilkan sejumlah rekomendasi," kata Ketua Umum Dewan Pembina Dewan Pengurus Pusat APTRI HM Arum Sabil di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.
Selama ini, lanjut dia, petani tebu diidentikkan tidak memiliki daya saing dan APTRI seolah-olah dinilai sebagai kelompok yang selalu menolak impor gula, sehingga membuat pihaknya berusaha untuk mengubah pikiran bagaimana impor gula bukan sebagai ancaman, namun bagaimana cara menghadapi gula impor dengan daya saing.
"Dengan pola pikir bahwa petani tebu memiliki daya saing tentu memicu petani tebu untuk meningkatkan kualitas tebunya, sehingga dengan cara meningkatkan produktivitas tebu bisa mencapai 100 ton per hektare dan rendemen 10 persen. Dengan begitu pasti biaya produksi gula bisa dibawah Rp7.000 per kilogram," ucapnya.
Menurutnya sejumlah faktor yang menyebabkan petani saat ini belum bisa mencapai produktivitas ideal tersebut yang kemudian dijadikan butir-butir rekomendasi dalam rakernas APTRI.
"Pertama, persoalan bibit tebu varietas unggul yang diharapkan petani karena selama ini untuk mendapatkan bibit tebu unggul cukup sulit atau tidak mudah didapat di sejumlah daerah," katanya.
Kedua, persoalan permodalan usaha pertanian tebu diharapkan bisa didapat dengan mudah melalui sistem avalis perusahaan gula mitra petani dengan tidak adanya jaminan. Selanjutnya rekomendasi ketiga yakni persoalan infrastruktur irigasi pengairan pertanian, sehingga diharapkan pemerintah segera merevitalisasi karena irigasi pengairan merupakan urat nadi pertanian.
"Keempat, izin impor gula harus berdasarkan kuota kebutuhan dalam negeri, bukan berdasarkan kapasitas terpasang industri gula yang bahan baku utamanya dari gula mentah Impor," tuturnya.
Rekomendasi kelima, kata dia, revitalisasi pabrik gula dan revitalisasi tanaman tebu harus segera dilakukan, serta dijadikan prioritas utama, sehingga beberapa pokok diatas sebenarnya merupakan tanggung jawab negara.
"APTRI juga merekomendasikan kepada pemerintah, agar memperbaiki tata niaga gula impor dan pelaksanaan izin impor. Pendirian pabrik gula baru yang hanya sebagai 'kedok' impor gula mentah supaya menjadi atensi pemerintah untuk ditinjau ulang, bahkan kalau perlu ditutup," katanya menegaskan.
Arum mengatakan rekomendasi mendesak lainnya yang ditujukan kepada pemerintah adalah pencabutan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/3/2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.
"APTRI menilai peraturan tersebut terindikasi hanya sebagai kedok sejumlah oknum bersama mafia impor gula agar bisa mendapatkan izin impor gula mentah. Kebijakan tersebut membuka peluang kepada pabrik gula baru di Jawa maupun diluar Jawa untuk mengimpor gula mentah," ujarnya.
Bahkan untuk pabrik gula baru di luar Jawa bisa mendapatkan izin impor gula mentah hingga 80 persen dari kapasitas terpasangnya selama 7 tahun, sedangkan untuk pabrik gula baru di Jawa bisa mendapatkan izin impor gula Selama 5 tahun.
"Peraturan Menteri tersebut tidak mendidik karena sarat dengan kepentingan perburuan 'fee rente' impor. Apabila Menteri Perindustrian tidak mencabut, maka APTRI akan menggugat secara hukum untuk segera dicabut melalui Mahkamah Agung," katanya.
APTRI menilai kebijakan tersebut bisa membunuh petani dan pertanian tebu, serta industri gula dalam negeri yang berbasis tebu rakyat.
Sementara Ketua Umum DPP APTRI Abdul Wahid juga mendesak agar gula rafinasi tetap untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, sehingga tidak dijual bebas di pasaran karena merugikan petani.
"Industri pabrik gula rafinasi langsung ke industri makanan dan minuman. Jadi pemerintah akan tahu berapa kebutuhan gula rafinasi untuk industri, bukan untuk kapasitas terpasang industri gula rafinasi, yang diinformasikan sampai 5 juta ton. Padahal kebutuhan industri gula rafinasi hanya 3 juta ton," katanya.
Rakernas APTRI dibuka oleh Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, dan dihadiri sejumlah tokoh seperti Wali Kota Pasuruan, para direktur utama PT Perkebunan Nusantara IX, X, XI, dan XII, PT RNI, PT Kebon Agung, Direksi Holding Pupuk Indonesia, Pimpinan Bank Negara dan general manager pabrik gula seluruh Indonesia.
Rakernas APTRI bertema "Optimalisasi Sinergi Menuju Swasembada Gula yang Berdaya Saing Demi Terwujudnya Petani Tebu yang Sejahtera" diikuti ribuan petani tebu dari seluruh Indonesia.
Dalam acara pembukaan, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan membangun perkebunan tidak hanya pada persoalan teknis.
"Manakala persatuan bisa diwujudkan, maka betapa kuatnya petani perkebunan Indonesia. Ini menjadi tantangan semuanya. Saya ingin, lembaga petani seperti APTRI betul-betul menjadi teladan bekerjasama dengan semua pihak," katanya.(*)