Surabaya (Antara Jatim) - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto
menyatakan pengajuan hak angket oleh DPR kepada KPK terkait penyerahan BAP dan membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani bisa dikenai Pasal 21 Undang-Undang Korupsi.
"Bisa dikenakan Pasal 21 UU Korupsi karena termasuk upaya menghalang-halangi KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Bambang Widjojanto usai bedah bukunya yang berjudul "Berkelahi Melawan Korupsi"
di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Kamis.
Bambang mengatakan upaya pengajuan hak angket oleh DPR kepada KPK
itu bisa dikualifikasi melanggar "Obstruction of Justice". Menurutnya,
hak angket itu sebenarnya tidak begitu penting untuk hari ini.
"Kalau pimpinan KPK memberi informasi terkait pemeriksaan itu,
pimpinan KPK malah akan melawan Undang-Undang dan kena hukum. Waktu di
Century itu juga terjadi walau tidak disebut hak angket dan di periode
itu saya menolak untuk memberi informasi," ujarnya.
Untuk itu dirinya mendesak negara hadir untuk melindungi KPK. Dia
menyebut jika negara tidak bisa melindungi orang-orang yang bekerja
melawan korupsi, maka harusnya negara absen.
"Perlindungan itu harusnya tiga. Pertama, kita sendiri harus
melindungi, kedua harus jaminan dari institusi. Dan ketiga segera cari
pelaku korupsi itu dan ditindak. Kalau tidak itu pembiaran," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, dirinya memaparkan empat kunci agar KPK tetap
bertahan menghadapi koruptor. Pertama ialah partisipasi dari masyarakat
yang menjadi penting. Tanpa partisipasi dari masyarakat, kata dia, KPK
akan mudah dilemahkan.
"Kedua pelajari epicentrum terjadinya korupsi. karena dengan
mempelajari itu kita bisa lebih cerdas melihat dan menghadapi permainan
para koruptor," kata Bambang.
Yang Ketiga yang harus dibangun adalah sistem yaitu sistem
pemberantasan korupsi dan sistem yang mengakibatkan terjadinya fabrikasi
korupsi. Dia mencontohkan dalam membangun sistem tersebut "conflict of
interest" harus bisa dikontrol, jika tidak maka korupsi akan merajalela.
Selain itu adalah bagaimana memasukkan finansial sistem untuk
mengontrol lembaga-lembaga negara. Membangun aspek pencegahan korupsi
untuk lembaga negara. Lalu menyiapkan "Agent of Change".
"Karena itu semua tidak akan mungkin berjalan dengan baik jika
tidak membangun tunas-tunas antikorupsi. Dan untuk membangun itu perlu
ada training-training kepada pemuda terkait apa itu korupsi dan
bahayanya," ucapnya.
Ia menambahkan, yang terakhir dan yang tidak kalah penting adalah
upaya-upaya cerdas pemberantasan korupsi itu harus direproduksi terus.
Karena kalau tidak begitu koruptor akan lebih cepat. (*)