Surabaya (Antara Jatim) - Anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yang menangani operasional jasa pemanduan kapal, PT Pelindo Marine Service (PMS), melayani pemanduan kapal-kapal asing di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Direktur Operasi PT PMS Wahyu Agung Prihartanto saat dikonfirmasi di Surabaya, Sabtu mengakui bahwa sebenarnya Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan area laut yang operasionalnya lebih dekat dengan wilayah kerja PT Pelindo I.
Terbukti pada pekan lalu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah meresmikan pelimpahan dan kewenangan pemanduan kapal-kapal asing di Selat Malaka dan Selat Singapura kepada PT Pelindo I.
Namun Wahyu menjelaskan, sebelum Menteri Perhubungan meresmikan pelimpahan pemanduan bagi kapal-kapal asing di Selat Malaka dan Selat Singapura kepada PT Pelindo I, PT PMS telah merintis pemanduan kapal di wilayah tersebut sejak tahun 2015.
Selanjutnya, dia menambahkan, terhitung sejak bulan Mei 2016, PT PMS telah mendapat banyak kepercayaan dari pihak perusahaan pelayaran asing untuk melakukan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Untuk itu, PT PMS telah mendirikan unit usaha International Marine Service (IMS) dalam melayani pemanduan kapal-kapal asing di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Wahyu berdalih, kendati unit usaha IMS yang didirikannya belum mendapatkan restu dari pemerintah, sumber daya manusia yang dimilikinya telah memenuhi syarat internasional.
"Kita berhasil menarik simpati perusahaan-perusahaan pelayaran asing, terbanyak asal Timur Tenggah, yang mempercayakan pemanduan bagi kapal-kapalnya yang melintas Selat Malaka kepada kami," ucapnya.
Hingga kini, Wahyu menyebut PT PMS melalui unit usaha IMS telah melayani 41 pemanduan kapal asing di Selat Malaka dan Selat Singapura. "Terhitung sejak bulan Mei 2016, rata-rata kami telah melayani pemanduan empat hingga lima kapal asing per bulan di Selat Malaka dan Singapura," katanya.
Wahyu mengisahkan, jasa pemanduan kapal di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura diambilnya atas keprihatinan terhadap perusahaan pemanduan (private pilot) dari negara-negara tetangga yang sudah bertahun-tahun melakukan kegiatan pemanduan tanpa ada kesepakatan antara ketiga negara, yaitu Indonesia, Singapura dan Malaysia.
"Berdasarkan IMO Resolution tahun 1984, ditetapkan bagi kapal-kapal berukuran besar yang berlayar melintasi 'Traffic Separation Scheme' di wilayah itu direkomendasikan untuk menggunakan jasa pandu dari tiga negara pantai, karena pada dasarnya wilayah perairan internasional tersebut adalah perairan bebas (innocent passage)," jelasnya.
Selain itu, Wahyu menambahkan, bertahun-tahun sedikitnya 38 "Tripartite Technical Experts Group" melakukan pembahasan tentang perusahaan dari negara mana yanag berhak melakukan pemanduan namun tak pernah mencapai kesepakatan.
"Sehingga PT PMS berinisiatif mengambil peran melaksanakan pemanduan internasional di Traffic Separation Scheme wilayah itu," ucapnya.
Hingga awal tahun 2017, Wahyu mengatakan, PT PMS telah berupaya mengantongi perizinan dari Kementeriah Perhubungan Laut atas aktivitas pemanduan yang dilakukannya di Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Berkali-kali bersurat akhirnya jawaban kata maaf yang didapat, ujung-ujungnya dapat kabar kalau pelimpahan pemanduan diberikan pada PT Pelindo I," ungkapnya.
Meski begitu, Wahyu memastikan, PT PMS akan tetap melakukan pelayanan pandu di Selat Malaka dan Selat Singapura, setelah mendapat dorongan dan dukungan dari induk perusahaan, PT Pelindo III.
Dasarnya adalah SK Dirjen Hubla Nomor PU.63/1/8/DJPL.07 tanggal 8 Desember 2007, yang menetapkan sebagian dari jalur pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura adalah perairan pandu luar biasa.
"Jasa pemanduan kapal yang dilakukan PMS di Selat Malaka dan Selat Singapura tidak menyinggung wilayah perairan pada batas teritorial wilayah kerja PT Pelindo I karena secara aturan dunia internasional merupakan perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Kita lebih bermain di wilayah lintasan perairan sisi 'East Bound' pada Traffic Separation Scheme," ujarnya. (*)