"Ini waktu yang tepat bagi kami untuk membuktikan kami tetap bisa berkarya dan berkreasi untuk menghasilkan uang, meskipun berada di dalam rutan," kata Ainur Rahman, beberapa waktu lalu.
Ainur adalah salah seorang warga binaan Rutan Tahanan Negara (Rutan) Kelas II-B Sumenep, Jawa Timur, dalam perkara narkotika jenis sabu-sabu.
Warga Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, yang memiliki keterampilan mendesain itu mendekam di Rutan Sumenep sejak 2014.
Bakat dan keterampilannya itu terasah kembali pada akhir 2016 setelah pimpinan Rutan Sumenep mempercayai dirinya untuk memimpin kelompok kreatif yang membuat atau memproduksi batik tulis.
Saat ini, Ainur memiliki enam anggota, semuanya warga binaan Rutan Sumenep, yang sama-sama memiliki ketertarikan untuk membuat batik tulis.
Sejak akhir 2016 pula, Ainur bersama enam anggotanya tersebut mendapat bimbingan atau dibina oleh salah seorang perajin batik tulis di Kecamatan Kota.
Mereka pun mahir dan sudah membuat batik tulis dengan spesifikasi masing-masing, mulai dari mendesain motif hingga mewarnainya.
"Alhamdulillah, kami diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mengembangkan bakat. Saat ini, kami pun sudah berpikir dan optimistis bisa menghasilkan uang, meskipun berada di rutan," kata Ainur, menerangkan.
Sejak beberapa waktu lalu, anggota kelompok kreatif batik dan empat kelompok lainnya mengisi hari-hari mereka di rutan dengan membuat kerajinan tangan.
Serupa dengan kelompok batik, kelompok kreatif lainnya yang membuat aneka kerajinan tangan, seperti layang-layang, pecut, rajutan berbentuk sejumlah hewan peliharaan, mengisi hari-hari mereka di rutan dengan berkarya.
Kalau tidak ada tamu atau kerabat yang mengunjunginya, mereka biasanya berkumpul di bengkel kerja Rutan Sumenep untuk membuat aneka kerajinan tangan.
Mereka pun berharap pimpinan Rutan Sumenep segera bisa mencari jalan keluar agar mendapat modal usaha untuk digunakannya memproduksi aneka kerajinan tangan dalam jumlah lebih banyak.
Kelompok kreatif yang digagas pimpinan Rutan Sumenep untuk memproduksi kerajinan tangan tersebut tentunya bisa menjadi jalan terang bagi para warga binaan guna memulai hidup baru.
"Kalau usaha kami di rutan sudah jalan, kami tentunya tak lagi bingung untuk mencari pekerjaan setelah keluar dari rutan," kata pimpinan kelompok kreatif rajutan, Manda, yang juga menjadi warga binaan rutan akibat kasus narkotika.
Kendala
Cikal-bakal pembentukan kelompok kreatif di Rutan Sumenep sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu.
Namun, upaya yang lebih serius untuk memberdayakan warga binaan dengan cara membentuk kelompok kreatif dan selanjutnya memproduksi aneka kerajinan tangan itu, lebih terasa sejak akhir 2016.
"Salah satu kendala yang kami hadapi agar kelompok kreatif itu bisa menjadi usaha berkelanjutan adalah modal dan pemasaran," kata Kepala Rutan Sumenep, Ketut Akbar.
Akbar yang belum setahun menjabat sebagai pimpinan Rutan Sumenep itu memang menghidupkan sekaligus mencoba mengembangkan bakat dan keterampilan para warga binaannya.
Sebelumnya, Ainur, Manda, dan puluhan warga binaan Rutan Sumenep yang tergabung dalam kelompok kreatif itu memang diajak bicara dari hati ke hati oleh Akbar.
Akbar yang mengetahui bakat sejumlah warga binaannya tersebut meminta mereka untuk berkarya memproduksi aneka kerajinan tangan.
Tujuannya, tidak muluk-muluk, yakni supaya mereka bisa mengisi hari-hari di rutan dengan kegiatan positif dan tak lagi berpikir ke masa lalu.
"Kalau usaha tersebut bisa berjalan tentunya akan ada uang yang bisa dihasilkan mereka, meskipun di dalam rutan. Warga binaan bisa berkarya dan dari karyanya mendapat uang, itu salah satu impian kami," ujarnya, sambil tersenyum.
Ia menjelaskan, sejumlah aneka kerajinan tangan yang dihasilkan kelompok kreatif itu sudah bisa dijual dan dipasarkan.
Namun, untuk sementara, hanya layang-layang, pecut, dan rajutan berbentuk sejumlah hewan peliharaan yang sudah dipasarkan.
Layang-layang dipasarkan melalui toko di sekitar rutan dan hasil kerajinan tangan lainnya melalui hotel dan pengelola objek wisata di Sumenep.
"Sementara untuk batik tulis, belum dipasarkan, karena produksinya masih terbatas. Kami memang butuh modal untuk mengembangkan dan membesarkan kelompok-kelompok kreatif tersebut agar menjadi usaha yang berkelanjutan," kata Akbar, menerangkan.
Ia menjelaskan, sejak beberapa waktu lalu pun, pihaknya telah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait di Pemkab Sumenep untuk mendapat modal usaha bagi kelompok kreatif tersebut.
"Saat ini, kami menggunakan dana yang dikelola koperasi rutan sebagai modal usaha bagi mereka. Namun, dananya tidak terlalu besar," ujarnya.
Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi mengapresiasi positif rintisan usaha bagi warga binaan yang digagas pimpinan rutan setempat melalui kelompok kreatif.
Itu menunjukkan warga binaan rutan bisa berbuat positif dan berkarya selama mendekam di rutan sekaligus untuk jangka panjangnya bisa sebagai modal untuk bekerja.
"Ini perlu dikembangkan. Kami akan berusaha membantu mereka. Kami pun telah bertemu dengan pimpinan Rutan Sumenep dan salah satu yang dikeluhkan adalah modal usaha bagi kelompok kreatif tersebut," katanya.
Fauzi juga sempat melihat mereka memproduksi aneka kerajinan tangan dan mengecek hasil karya mereka ketika berkunjung ke Rutan Sumenep beberapa waktu lalu.
"Hasilnya bagus. Kalau sudah dipajang di toko, tidak akan ada yang menyangka kalau pecut dan kerajinan tangan lainnya itu diproduksi oleh warga binaan," ujarnya, menerangkan.
Melalui kelompok kreatif, warga binaan Rutan Sumenep optimistis dan memiliki asa bisa menjalani hidup lebih baik setelah keluar dari rutan.
Namun, mereka memiliki keterbatasan dan salah satu kendala dalam konteks usaha yang sedang dirintis oleh mereka adalah modal usaha. Semoga segera ada jalan keluar! Aamiin YRA. (*)