Suara ceng-ceng dan seperangkat gamelan begitu terdengar keras di telinga. Beberapa seniman memainkan alat musik tradisional itu dalam irama rancak serta tempo pelan maupun cepat. Bunyi gamelan membahana seantero kampung Sade di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sementara itu, di lahan kosong, masih di komplek kampung itu, dua pria dewasa tanpa mengenakan busana atasan bertarung dan adu pukul untuk membuktikan diri siapa yang paling jantan di antara mereka.
"Mereka sedang menyuguhkan tarian Paresean, yaitu tarian khas pembuka menyambut tamu yang maknanya melatih kejantanan," ujar Ama Eva, warga Suku Sade di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah,.
"Praakk.. Prakk.. Prakk..." kedua petarung saling adu pukul tongkat rotan dan tangkis menggunakan tameng yang dibawanya. Suara gamelan seolah membuat penonton larut dengan sesekali menutup mata sembari berteriak karena ngeri.
"Pertarungan berhenti saat dihasilkan pemenangnya, tapi tetap ada wasit yang mengawasi pertarungan. Usai bertarung mereka berpelukan menandakan tak ada dendam di antara mereka," katanya.
Tari Paresean merupakan satu di antara beberapa kesenian tradisional Suku Sasak, suku asli Nusa Tenggara Barat.
Suku Sasak adalah suku yang mayoritas mendiami pulau Lombok. Bahasa mereka menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam. Asal nama Sasak ada yang mengaitkan dengan kata sak-sak yang berarti sampan.
Namun demikian, dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok, yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Sementara Pulau Lombok yang mereka tinggali berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus.
Suku Sasak memiliki adat istiadat sendiri, yang tidak sama dengan masyarakat adat lainnya. Adat istiadat itu masih bisa dikenali di kehidupan warga Desa Wisata Sade karena kehidupan kesehariannya masih sangat kental dan memegang teguh adat tradisi Sasak tempo dulu, termasuk arsitektur rumah adat khas.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari berbagai macam diantaranya Bale Tani, Bale Jajar, Barugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonder, Bale Beleq Bencingah dan Bale Tajuk. Nama bangunan disesuaikan dengan fungsi masing-masing.
Bale Tani misalnya, adalah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan Lumbung adalah bangunan yang biasa digunakan sebagai tempat menyimpan padi, hasil panen atau untuk menyimpan segala kebutuhan.
Untuk membangun rumah mereka, khususnya lantai, Suku sasak memanfaatkan kotoran sapi dicampur sekam dan tanah liat. Bahkan tersebut digunakan sebagai pengganti semen. Meski begitu, tidak beraroma.
Satu lagi di antara adat tradisi Suku Sasak adalah "kawin culik", yaitu setiap pemuda yang ingin menikah maka harus menculik calon mempelai wanitanya selama semalam, kemudian keesokan harinya, salah seorang perwakilan dari calon mempelai laki-laki mendatangi keluarga calon mempelai wanita.
Jika kita berkeliling dusun, hampir di semua rumah berjajar hasil kerajinan pernak-pernik yang bisa dibawa untuk cinderamata seperti kalung, gelang, tas tenun, gantungan kunci, kaos, dan lainnya.
Tenunan di sana dijamin kualitasnya, terlebih menenun merupakan syarat khusus bagi seorang gadis kampung Sade yang ingin menikah. "Setiap Gadis di sini harus bisa, jika tidak bisa menenun maka tak boleh menikah," kata bapak satu anak tersebut.
Penasaran ingin mengetahui lebih dalam bagaimana kita disambut tari Paresean? membeli buah tangan khas suku Sasak? atau sekadar berjalan keliling di dusun? Silakan berkunjung ke sana.
Lokasinya tidak terlalu jauh jaraknya sekitar 20 kilometer dari Bandara Internasional Lombok yang berada di Lombok Tengah .
Atau jika menuju Pantai Kuta Lombok, maka kita pasti melewati dan terlihat jelas Dusun Sade karena letaknya berada di pinggir jalan menuju pantai yang kini sedang dikembangkan menjadi kawasan khusus Mandalika. (*)
Video oleh: Chandra HN