Surabaya (Antara Jatim) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim bersama perwakilan warga Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya mendatangi kantor pemerintah kota setempat, Rabu, meminta agar pemkot itu mematuhi Putusan MA terkait persoalan Waduk Sepat.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Rere Christanto mengatakan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) No. 438K/TUN/2016 disebutkan secara jelas Mahkamah Agung menolak kasasi Wali Kota Surabaya terhadap gugatan informasi publik yang sebelumnya telah dimenangkan oleh Walhi Jatim.
"Dalam gugatan yang dilayangkan, kami meminta supaya wali kota membuka dokumen aktifitas PT. Ciputra Surya, di atas Waduk Sepat, di antaranya soal izin melakukan usaha di Waduk Sepat. Tapi sampai sekarang Pemkot tidak kunjung melakukanya," ujar Rere.
Menurut Rere, Walhi telah berkirim surat sejak 8 Maret 2017 untuk mengingatkan Pemkot Surabaya agar segera membuka dokumen itu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan pemerintah kota tidak merespons surat tersebut.
Mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, sikap Pemkot Surabaya merupakan bentuk pembangkangan terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
"Pemkot bisa dipidanakan karena sikapnya itu," tegasnya.
Rere menyebutkan Waduk Sepat bukan satu-satunya waduk atau embung yang hilang di kawasan Kecamatan Lakarsantri. Sebelumnya, Waduk Jeruk juga hilang kemudian berganti menjadi perumahan elit.
"Kita tidak mau hilangnya Waduk Jeruk terulang. Makanya kita meminta pemerintah kota membuka dokumen soal lepasnya Waduk Sepat," kata Rere.
Seperti diketahui, Kasus Waduk Sepat berawal dari putusan Walikota Surabaya No. 188.45/366/436.1.2/2008 yang melepaskan tanah kepada PT. Ciputra Surya, sebagai bagian dari tukar guling antara pemerintah kota dengan PT. Ciputra Surya.
Dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan pasca tukar guling, wilayah Waduk Sepat dinyatakan sebagai tanah pekarangan. Padahal hingga sekarang kawasan tersebut masih berfungsi sebagai waduk. (*)