Surabaya (Antara Jatim) - Warga Dukuh Sepat, Lidah Kulon, Surabaya ajukan gugatan "citizen law suit" (CLS) kepada Walikota Surabaya dan Ketua DPRD Kota Surabaya di Pengadilan Negeri Kota Surabaya terkait dengan upaya tukar guling tanah ganjaran desa dengan tanah milik PT Ciputra Surya.
Tim Advokasi warga Sepat, Wachid H, Rabu, mengatakan, gugatan ini merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh warga untuk memperjuangkan hak atas lingkungannya, hak atas sanitasi, dan hak ekonomi, sosial, budayanya.
"Gugatan CLS sendiri merupakan gugatan warga negara, masuk ke dalam ranah hukum acara perdata. Tentu, tuntutan warga di dalam gugatan ini bukanlah ganti rugi materiil, tetapi memastikan bahwa SK Walikota Surabaya Nomor 188.451.366/436.1.2/2008 tentang “Pemindahtanganan Dengan Cara Tukar Menukar Terhadap Aset Pemerintah Kota Surabaya Berupa Tanah Eks. Ganjaran/ Bondo Desa di Kelurahan Beringin, Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Babat Jerawat, Kecamatan Pakal, Kota Surabaya. Dengan Tanah Milik PT. Ciputra Surya” batal demi hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya dalam siaran pers.
Ia mengemukakan, keadilan harus ditegakkan, kesewenang-wenangan wajib dilawan karena setelah lebih dari 60 hari, paskasomasi yang dilayangkan warga Dukuh Sepat, Walikota Surabaya dan Ketua DPRD Kota Surabaya belum juga mencabut SK Walikota Surabaya Nomor 188.451.366/436.1.2/2008 tersebut.
"Berkali-kali warga Dukuh Sepat melakukan upaya non-litigasi untuk memperjuangkan Waduk Sepat tersebut, berkali-kali pula Walikota Surabaya dan Ketua DPRD Kota Surabaya tidak menanggapinya," katanya.
Bahkan, kata dia, protes warga terhadap alih fungsi Waduk Sepat, beberapa kali harus berakhir dengan bentrokan yang mengakibatkan korban luka pada pihak warga.
"Pada 4 Juli 2011, warga yang melakukan penolakan terhadap pemagaran wilayah Waduk Sepat harus menghadapi ancaman kriminalisasi, meskipun kemudian dihentikan setelah ada mediasi dari Komnas HAM," katanya.
Kemudian, kata dia, pada tanggal 14 Agustus 2015, pengosongan paksa dan pemagaran yang dilakukan oleh pihak pengembang dibantu kepolisian terhadap lahan tersebut mengakibatkan beberapa warga mengalami luka dan terdapat barang-barang warga yang dirusak selama proses tersebut.
"Akibat pemagaran yang dilakukan, aset warga seperti musholla yang terletak didalam kawasan tersebut juga tidak bisa lagi diakses," katanya.
Untuk diketahui, kasus Waduk Sakti Sepat berawal dari Surat Keputusan Walikota Surabaya No. 188.45/366/436.1.2/2008 yang melepaskan tanah tersebut kepada PT Ciputra Surya, Tbk sebagai bagian dari obyek tukar guling antara Pemerintah Kota Surabaya dan PT Ciputra Surya, Tbk berdasarkan Perjanjian Bersama Nomor 593/2423/436.3.2/2009 dan Nomor 031/SY/sm/LAND-CPS/VI-09, tertanggal 4 Juni 2009.
"Tukar guling ini sendiri merupakan bagian dari pembangunan Surabaya Sport Centre (SSC) di Pakal. Dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan pasca tukar guling tersebut, wilayah Waduk Sepat dinyatakan sebagai “tanah pekarangan”, padahal hingga kini, kawasan tersebut masih berfungsi sebagai waduk," katanya.
Waduk Sepat, kata dia, bukan satu-satunya waduk atau embung yang hilang di kawasan Kecamatan Lakarsantri dan sekitarnya, sebelumnya sebuah waduk yang dikenal masyarakat sebagai Waduk Jeruk juga sudah menghilang berubah menjadi kawasan pemukiman elit.
"Padahal, waduk-waduk tersebut mempunyai beragam fungsi dalam masyarakat. Secara ekologis, waduk menjadi habitat alami bagi berbagai jenis ikan dan burung lokal maupun migrasi. Keberadaan waduk sebagai bagian dari sistem pengairan yang selama ini digunakan juga turut membantu mengatasi banjir dan kekeringan bagi pertanian di sekitarnya," katanya.(*)