nakhoda KM Mutiara Sentosa I, dalam penyelidikan hari kedua kasus
kehabisan bahan bakar (BBM) saat kapal penumpang ini berlayar dari
Balikpapan menuju Surabaya akhir pekan lalu.
Kepala Bidang Penjagaan Patroli dan Penyidikan Kesyahbandaran Utama
Tanjung Perak Eddy Sumarsono, Selasa mengatakan, semestinya
penyelidikan sudah selesai pada hari ini.
"Tapi ternyata kita masih ada revisi pemeriksaan terhadap nakhoda," ujarnya kepada wartawan di Surabaya.
Menurut dia, penyelidikan yang berlangsung sejak Senin (6/2) itu
meminta keterangan dari PT Atosim, agen pelayaran KM Mutiara Sentosa I
dan nakhoda serta Kepala Kamar Mesin (KKM) KM Mutiasa Sentosa I.
Selanjutnya menyusul akan dimintai keterangan mualim dan masinis KM Mutiara Sentosa I yang diagendakan pada Rabu (8/2).
Eddy memaparkan, penyelidikan terhadap nakhoda KM Mutiara Sentosa
adalah terkait prosedur ketika kehabisan BBM yang semestinya langsung
melapor ke kesyahbandaran terdekat.
Namun KM Mutiara Sentosa I yang dinakhodai Eddy Sarwoyo itu hanya
mengabari pihak agen PT Atosim di Surabaya untuk minta dikirim BBM, yang
ternyata pengirimannya terkendala cuaca buruk.
Nakhoda baru meminta bantuan kepada Kesyahbandaran Utama Tanjung
Perak sekaligus meminta evakuasi penumpang setelah selama 12 jam kiriman
BBM dari agen tak kunjung datang dan persediaan makanan serta minuman
di atas kapal sudah sangat menipis.
"Ini kita sesalkan nakhoda tidak menginformasikan ke Syahbandar.
Itu ada sanksi hukumnya di UU 17/2008 tentang Pelayaran. Berdasarkan
Pasal 330, sanksinya adalah kurungan tiga tahun penjara atau denda Rp400
juta," tuturnya.
Pasal tersebut disiapkan karena kejadian kehabisan BBM KM Mutiara
Sentosa dirasa mengancam jiwa manusia. "Kemarin sampai penumpangnya
kelaparan. Penumpang juga terjadi anarkis. Ada beberapa sopir yang agak
marah sampai memukul-mukul navigasi akibat dari stress berjam-jam
terombang-ambing di laut," ungkapnya.
Selain itu, tiga penumpang KM Mutiaa Sentosa, dalam kejadian
tersebut, jatuh lemas akibat kekurangan makanan, yang langsung dilarikan
ke rumah sakit menggunakan ambulans setibanya di Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya.
Padahal, lanjut Edi, seandainya seketika kehabisan BBM nakhoda
langsung mengabari Syahbandar, penanganannya tidak akan sampai
berlarut-larut yang menyebabkan keterlambatan sandar mencapai 30 jam.
"Sebab kita ada petugas jaga 24 jam tapi sama sekali tidak terima laporan," ucapnya.
Revisi pemeriksaan terhadap nakhoda, lanjut Edi, adalah mendalami
apakah pasal 330 UU 17/2008 tersebut bakal dikenakan padanya. "Sekarang
masih kita gali dulu," imbuhnya. (*)