Surabaya (Antara Jatim) - Majelis hakim yang diketuai Ferdinandus menolak menolak perlawanan eksekusi yang diajukan PDAM dan menyatakan Hanny Layantara selaku terlawan sebagai pemilik lahan yang dikuasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surya Sembada Surabaya.
"Menyatakan jika PDAM selaku pelawan tidak memiliki kapasitas pelawan yang tidak benar," kata Hakim Ferdinandus dalam amar putusan yang dibacakan di ruang Garuda, Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa.
Alasan hakim tersebut didasarkan atas bukti-bukti yang diajukan PDAM telah dipakai pada gugatan perdata sebelumnya yang dimenangkan oleh Hanny Layantara (terlawan) hingga tingkat kasasi dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap atau incracht.
Tak hanya itu, Hakim Ferdinandus juga menyampingkan SK Walikota Surabaya Tri Risma Harini yakni SK tersebut menyatakan objek PDAM di Jalan Basuki Rahmat 119-121 Surabaya merupakan Cagar Budaya dan merupakan Bekas Markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Indonesia.
"Karena lebih dulu ada putusan hakim daripada SK Walikota, Putusan Hakim juga merupakan sumber hukum sehingga SK tersebut haruslah dikesampingkan," kata Hakim Ferdinandus saat membacakan amar putusannya.
Atas putusan tersebut, pihak PDAM selaku terlawan dan Hani Limantara selaku terlawan masih belum bersikap apakah akan melakukan upaya hukum atau tidak.
Terpisah, Kabag Hukum PDAM, Muhammad Risky mengaku kecewa dengan putusan hakim Ferdinadus karena dalil-dalil dalam amar putusan hakim telah mencederai rasa keadilan dan menyesatkan.
Hakim Ferdinandus dianggap telah melupakan sejarah perjuangan rakyat Indonesia dengan menghilangkan Cagar Budaya bekas Peninggalan Markas Tentara Rakyat Indonesia yang saat ini dipakai sebagai Kantor Pelayanan PDAM.
"Putusan ini tidak relevan, semua bukti-bukti kami diabaikan termasuk SK Walikota terkait Cagar Budaya, Kini sejarah itu akan hilang begitu saja dengan putusan hakim," katanya.
Perlu diketahui, sengketa kantor PDAM yang berlokasi di Jalan Basuki Rahmat ini terjadi sejak lama. Berawal dari gugatan Siti Fatiyah, PDAM Surabaya dinyatakan kalah dan diperintahkan memberikan salah satu aset negara itu ke Siti Fatiyah. Bahkan PN Surabaya sempat mengeluarkan surat penetapan eksekusi nomor 10/EKS/2012/PN.SBY atas nama Siti Fatiyah.
Namun akhirnya Siti Fatiyah meninggal dunia usai ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan akta otentik oleh Polrestabes Surabaya. Sepeninggal Siti Fatiyah, akhirnya muncul lah nama Hanny Layantara yang mengklaim telah membeli kantor PDAM Basra dari ahli waris Siti Fatiyah. Berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh notaris Johanes Limardi itulah, Hanny Layantara mengajukan gugatan dan akhirnya mendapatkan surat penetapan eksekusi dengan nomor 93/EKS/2013/PN.SBY. (*)