Surabaya (ANTARA) - Terdakwa Hanny Layantara yang sehari-harinya berprofesi sebagai pendeta di sebuah gereja di Surabaya divonis pidana 10 tahun penjara atas kasus pencabulan, menurut persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Ketua Majelis Hakim Johanis Hehamony menyatakan terdakwa Pendeta Hanny Layantara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana mana diatur dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hanny Layantara dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara dan pidana denda Rp100 juta subsider enam bulan," katanya saat membacakan amar putusan di Ruang Candra Pengadilan Negeri Surabaya, Senin.
Baca juga: Kapolda sebut korban oknum pendeta HL bisa bertambah
Baca juga: Polda Jatim tes kejiwaan oknum pendeta pelaku pencabulan
Dalam perkara ini, Pendeta Hanny Layantara dilaporkan mencabuli seorang korbannya selama sekitar 16 tahun. Korban berinisial IW dicabuli sejak umur 10 tahun. Korban yang kini berusia 26 tahun kemudian membongkar kasus ini pada bulan Maret 2020 saat hendak menikah.
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait yang intens sejak awal mengikuti proses persidangan perkara ini mengapresiasi putusan majelis hakim.
"Kami apresiasi majelis hakim dan jaksa penuntut umum yang telah menangani perkara ini dengan adil sehingga unsur-unsur pidananya terpenuhi," katanya.
Baca juga: Kejaksaan siap sidangkan pendeta terjerat kasus pencabulan
Pihak keluarga korban menanggapi putusan ini dengan rasa syukur.
"Kami mewakili keluarga korban mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada majelis hakim karena telah memutus adil perkara ini. Sementara kondisi korban sampai sekarang masih trauma berat. Kita terus memberikan terapi agar korban bisa segera pulih," ucap Bethania Thenu, yang bertindak sebagai juru bicara keluarga korban.