Surabaya (Antara Jatim) - Ratusan jamaah mengikuti haul ke-7 KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur di Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya, Jumat malam.
"Ini malam yang luar biasa karena berkumpul ratusan orang dari berbagai suku dan agama," ujar pendiri Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo, Yusuf Bambang Sujanto, di sela haul.
Ia mengajak untuk tak berhenti mendoakan Gus Dur agar arwahnya diterima di sisi Allah SWT dan diampuni segala dosa-dosanya selama hidup di dunia.
Menurut dia, sosok seorang Gus Dur sangat layak menjadi panutan dan diteladani oleh siapa saja karena memiliki sifat kuat mengutamakan kepentingan dua meski berbeda suku.
Pada kesempatan tersebut, dilakukan juga orasi tentang pluralisme oleh adik kandung Gus Dur, KH Salahudin Wahid atau akrab disapa Gus Sholah serta anak kandung Gus Dur, Inayah Wahid.
Gus Sholah, yang juga pengsuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang menyampaikan bahwa ada dua macam pluralisme, yaitu aktif dan pasif.
"Nah, selama ini yang selalu menjadi sorotan adalah pluralisme pasif. Tapi, Gus Dur itu yang aktif karena kalau ada kelompok terganggu keyakinanya, beliau akan bertindak," ucapnya.
Sedangkan, Inayah mengatakan pluralisme adalah bagian kecil yang melekat pada Gus Dur, termasuk pesannya sebelum wafat yang menginginkan di nisannya tak tertulis pluralis, nemun lebih menginginkan humanis.
Selain itu, sosok Gus Dur, kata Inayah, juga bukan seseorang yang bertipe mengejar jabatan, termasuk posisi sebagai Presiden dan menganggapnya bukan sesuatu signifikan.
"Dulu, saat Gus Dur diturunkan, kami keluarganya, terutama saya, sangat sakit hati. Tapi Gus Dur meyakinkannya dan menyemangati kami. Beliau benar-benar panutan dan sangat tidak haus jabatan," katanya.
Sementara itu di sela haul, dilakukan pelelangan lukisan Gus Dur yang juga Presiden ke-4 RI karya dari santri Tebu Ireng Jombang, antara lain berjudul "Tafakur Gus Dur" dan "Gus Dur Selalu Mewarnai" yang masing-masing terjual Rp3 juta. (*)