Jombang (Antara Jatim) - PT Kimia Farma (Persero) Tbk berencana kembali menginvestasikan modalnya untuk pembangunan pabrik garam farmasi tahap II senilai Rp76 miliar yang dibangun di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
"Saat ini, kami susun untuk FS (feasibility study) kurang lebih Rp76 miliar dengan waktu hampir empat tahun. Ini jaraknya kira-kira 100 meter dari pabrik garam farmasi tahap I," kata Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk, Rusdi Rosman saat peresmian peresmian serta penjualan perdana garam farmasi di Jombang, Kamis.
Ia mengatakan, luas lahan yang digunakan untuk investasi pembangunan dua pabrik tersebut sebenarnya mencapai 1 hektare, namun yang digunakan hanya setengahnya saja.
Untuk pabrik garam farmasi I sudah selesai, bahkan sudah beroperasi. Kapasitasnya per tahun hingga 2.000 ton yang dibangun dengan total investasi Rp35 miliar. Sedangkan, untuk yang kedua, kapasitasnya diperkirakan hingga 4.000 ton per tahun, sehingga secara total nantinya bisa memproduksi hingga 6.000 ton per tahun.
Pihaknya menyebut, kebutuhan garam farmasi di Indonesia sebenarnya cukup tinggi. Selama ini, Indonesia impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dengan membuat sendiri tentunya bisa semakin menekan pengeluaran.
Ia mengungkapkan, garam farmasi itu bahan bakunya garam rakyat yang disuplai dari PT Garam. Perusahaan membeli bahan baku itu, lalu mengolahnya menjadi garam farmasi. Produk itu untuk beragam keperluan, misalnya campuran cairan infus, obat cuci darah, kosmetik, makanan maupun minuman.
Pihaknya mengaku, produk garam farmasi yang dijual oleh perusahaan mempunyai selisih jika dibandingkan dengan membeli impor, dimana dari pabrik produk garam farmasi itu dijual hingga Rp13.500 per kilogram, sementara impor harganya Rp20 ribu per kilogram.
"Makanya kita harus jual lebih murah, biar orang lain tidak impor lagi. Produk garam farmasi ini sudah diperiksa di Tokyo, London, Singapura, dan kualitasnya baik," katanya.
Untuk penjualan pertama, Rusdi masih sedikit lebih dari 2 ton. Barang itu dikirim ke lima perusahaan, dengan beragam permintaan.
Pihaknya mengakui, penjualan pertama itu masih sedikit dan masih memenuhi pasar domestik. Padahal, terdapat negara yang siap membeli, misalnya Korea yang membutuhkan hingga 4.000 ton.
"'Standby buyer' banyak, termasuk luar negeri. Korea saja butuh 4.000 ton, dia mau beli dan saya bilang sabar tunggu pabrik kedua jadi," ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemetenterian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan pemerintah terbantu dengan dukungan beberapa gabungan perusahaan farmasi tersebut. Diharapkan, empat pilar bahan baku obat, baik kimia, berbasis herbal, vaksin, serta bioteknologi terpenuhi semua.
"Kami berterimakasih industri farmasi sudah lakukan penelitian garam farmasi ini, dan inovasi berikutnya akan terus untuk kemandirian bahan baku obat," katanya.
Kegiatan itu dihadiri sejumlah undangan, baik dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), perusahaan farmasi, serta sejumlah tamu undangan lain. Kegiatan itu juga sekaligus peresmian pengiriman perdana garam farmasi itu ke lima perusahaan. (*)