Banyuwangi (Antara Jatim) - Kerajinan alat musik perkusi berupa jimbe yang dibuat perajin asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tembus sejumlah pasar dunia seperti Afrika, Amerika dan Australia.
"Jimbe ini dipasarkan ke beberapa kabupaten/kota di Indonesia seperti Jakarta dan Bali, kemudian dipasarkan kembali ke sejumlah pasar luar negeri seperti Jamaika, Afrika, dan Australia," kata Eko Saturi, salah seorang perajin jimbe di Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Kamis.
Ia mengatakan setiap hari para pemuda di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore membuat jimbe yang merupakan pesanan dari beberapa distributor yang berada di Pulau Bali dan Jakarta untuk diekspor ke luar negeri.
"Kami membuat jimbe sesuai dengan pesanan, bahkan pesanan tersebut bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 jimbe dalam sebulan dengan berbagai motif dan ukuran sesuai yang dipesan oleh pembeli," tuturnya.
Sejauh ini, lanjut dia, perajin di Pulau Bali juga pernah mencoba untuk memproduksi jimbe seperti di Kabupaten Banyuwangi, namun sejumlah perajin di Pulau Dewata tersebut kesulitan untuk mendapatkan bahan bakunya.
"Semua bahan baku diperoleh di Pulau Jawa, sehingga beberapa perajin jimbe asal Pulau Bali terpaksa membeli jimbe buatan kami untuk diekspor ke luar negeri, terutama Jamaika yang banyak memesan alat musik jimbe tersebut," katanya.
Sementara perajin jimbe lainnya Heru Setiawan mengatakan harga jimbe tersebut berdasarkan ukuran dan motifnya yakni berkisar Rp35.000 hingga Rp500.000 dari perajin, namun harga tersebut bisa lebih mahal saat diekspor ke luar negeri.
"Biasanya pesanan dari pembeli Afrika meminta motif berhiaskan lukisan dan ukiran khas Afrika, sehingga perajin juga membuat motif jimbe tersebut sesuai dengan pasar dunia," katanya.
Saat ini, lanjut dia, banyak masyarakat yang memesan miniatur jimbe untuk souvernir pernikahan karena unik dan menarik, sehingga para perajin juga kebanjiran pesanan dari Kota Surabaya, Jakarta, dan Pulau Bali.
Ia menjelaskan kerajinan jimbe di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore tersebut dapat mengurangi angka pengangguran di desa setempat karena sebagian besar perajin adalah para pemuda yang mau bekerja membuat kerajinan.
"Bengkel kerajinan alat musik khas Afrika itu mampu menyerap tenaga kerja di Desa Sumbergondo, bahkan menciptakan lapangan pekerjaan bagi pemuda desa setempat," ujarnya menambahkan.(*)