Jember (Antara Jatim) - Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil meminta pemerintah tidak melakukan impor gula secara berlebihan karena dapat merugikan para petani tebu.
"Tahun ini izin impor gula rafinasi sebanyak 5 juta hingga 6 juta ton, padahal kekurangan gula di Indonesia hanya sekitar 3,5 juta ton," kata Arum Sabil saat memberikan sambutan dalam acara halalbihalal Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) di padepokannya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin sore.
Menurut dia, luas lahan tebu di Indonesia mencapai 475.000 hektare dengan kebutuhan gula nasional sebanyak 5,7 juta hingga 6 juta ton per tahun, sedangkan produksi gula nasional sebanyak 2,5 juta ton per tahun.
"Anggap saja kebutuhan gula sebanyak 6 juta ton, sehingga kekurangan gula nasional hanya 3,5 juta ton, namun justru pemerintah melakukan impor gula melebihi kebutuhan," ucap Arum yang juga Ketua Umum Majelis Permusyawaratan Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (MPA DPP) Gapperindo.
Ia juga menyayangkan sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi kepanikan warga saat harga gula mahal pada bulan Ramadhan dan Hari Raya 1437 Hijriyah berkisar Rp15.000 hingga Rp18.000 per kilogram untuk kembali melakukan impor.
"Kalau pemerintah terus melakukan impor gula tanpa memperhatikan kebutuhan riil di lapangan, maka harga gula petani akan terus terpuruk," ucap Ketua Pusat Tampung Aspirasi (Pustari) itu.
Arum mengatakan mantan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga berjasa kepada para petani karena putra terbaik asal Kabupaten Jember itu memiliki komitmen untuk mengusut kasus-kasus penyelundupan gula ilegal yang marak, sehingga berdampak positif pada industri gula nasional dan nasib petani tebu.
"Ketegasan Pak Badrodin dalam menegakkan hukum dan keberpihakan pada petani ini adalah hal yang sangat kami diapresiasi dan perlu dipertahankan oleh penerusnya," katanya.
Sementara itu Jenderal Badrodin Haiti dalam sambutannya mengimbau pemerintah agar lebih fokus memperhatikan sektor pertanian agar bangsa ini bisa lepas dari ketergantungan terhadap produk pertanian impor yang telah terjadi selama ini.
"Negara kita ini adalah agraris, namun hampir semua komoditas pangan diimpor seperti beras, gula, jagung, kedelai, tepung tapioka, bawang merah, dan daging," tuturnya.
Ia menilai adanya ketidaksesuaian data yang valid atau akurat sebagai patokan untuk melakukan sebuah kebijakan dapat menjadi pemicu dilakukannya impor komoditas pangan, sehingga hal tersebut harus dibenahi.
"Saya tidak mengerti tentang pertanian, meskipun ayah saya hanya seorang buruh tani. Namun saya memiliki komitmen dalam hal penegakan hukum di sektor pertanian," tegasnya.(*)