Dari atas kapal hendak bersandar, terlihat ratusan perahu berjajar tak begitu rapi di bibir pantai dengan latar pepohonan kelapa serta rumah-rumah warga.
Melihat ke bawah, ombak laut terhenti memecah bebatuan, jernihnya air memperlihatkan jelas bagaimana ikan-ikan kecil berwarna-warni bercorak garis di sirip-siripnya berenang bergerombol seolah menyambut berucap selamat datang.
Anginnya semilir, tidak terlalu kencang seperti angin pantai pada umumnya. Pepohonan kelapa yang berjajar di bibir pantai juga tak terlalu lebat.
Setelah bersandar, tali dikaitkan, kapal bersandar di dermaga yang aspalnya tak mulus. Kerikil-kirikil berserakan, debu berterbangan dan asap motor seolah menutupi keindahan birunya laut di sana.
Sekitar 100 meter mengarah ke jalanan perkampungan, disambut pasar tradisional yang bangunannya 90 persen berbahan "gedhek" atau bambu yang telah dipotong lurus.
Namanya Pasar Gayam. Dinamai Gayam karena letaknya yang berada di Kecamatan Gayam. Gayam adalah satu dari dua kecamatan di Pulau Sapudi, satu dari ratusan gugusan kepulauan yang termasuk di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Satu kecamatan lainnya adalah Nonggunong.
Sapudi sendiri merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Kangean yang jumlah penduduknya sekitar 50 ribu jiwa. Setelah Sapudi, terbesar berikutnya adalah Pulau Raas.
Di Kecamatan Gayam terdapat 10 desa yang terdiri dari Desa Gayam, Prambanan, Gendang Timur, Gendang Barat, Tarebung, Kaloang, Jambuir, Nyamplong, Karang Tengah dan Pancor.
Sedangkan, di Kecamatan Nonggunong memiliki delapan desa, yaitu Desa Nonggungong, Sumber, Tana Merah, Talaga, Rosong, Sokarami Paseser, Sokarami Timur dan Sonok.
"Selamat datang di Pulau Sapudi dan semoga kerasan ya mampir di sini," sapa Kepala Desa Pancor, Saleh, ketika ditemui di kediamannya dengan ramah.
"Silakan makan sepuasnya. Maaf menunya seadanya," ucapnya dengan logat bahasa Madura kental sembari menyodorkan piring dan menunjuk menu-menu berupa daging berbagai masakan, seperti sapi, kare dan krengsengan.
Tidak jauh dari rumah "klebun" atau sebutan khas bagi kepala desa, terdapat lapangan yang khusus dibuat untuk arena kerapan sapi.
Di Pulau Sapudi sendiri, merupakan pulau yang dikenal dengan ternak sapinya. Kalau sudah saatnya, sapi-sapi dikirim ke berbagai daerah, mulai di Jawa maupun luar Jawa.
Jalanan menuju lapangan, aspalnya tidak jauh beda dengan aspal dermaga. Mengelupas, berkerikil, bergelombang dan lubang di sana-sini.
"Ya begini ini mas jalanan desa, banyak lubang dan bergelombang," kata Laili, salah seorang warga.
Ternyata bukan hanya jalanan yang parah, namun kondisi listrik turut memprihatinkan. Bagaimana tidak? Warga menikmatinya 12 jam saja, itupun malam, yakni 17.00 WIB dan padam kembali 05.00 WIB.
"Sudah biasa mas. Listriknya ya cuma malam bisa nyala. Kalau siang ya tidak ada setrum," kata Wiyono, pedagang es campur yang biasa berjualan di pasar Gayam.
Pria asal Solo yang sudah sejak 1977 tinggal di Pulau Sapudi dengan alasan menjalankan usahanya, namun terhambat karena tidak bisa memanfaatkan listrik akibat keterbatasan pasokan.
Bahkan, kata dia, beberapa hari terakhir ini listrik baru bisa menyala pukul 12 malam, dan padam lagi pukul 05.00 WIB.
"Warga terpaksa menggunakan genset, itupun yang memiliki usaha atau perekonomian lebih karena perlu bahan bakar untuk menyalakannya," katanya.
Sikap Pemerintah
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengaku prihatin terhadap pasokan listrik di Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep Madura, karena semua penduduk belum merasakannya selama 24 jam.
"Semua penduduk di Pulau Sapudi belum mendapat listrik sehari semalam karena pasokan yang minim," katanya yang pernah melihat langsung kondisi listrik di Sapudi.
Gus Ipul, sapaan akrabnya, meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk segera bersikap dan menindaklanjuti listrik di Pulau Sapudi.
"Saya juga mendapat informasi kalau belum semua desa di kepulauan mendapat listrik 24 jam sehingga harus bergiliran nyala dan padamnya," ucap mantan ketua umum Gerakan Pemuda Ansor tersebut.
Orang nomor dua di Pemprov Jatim itu berharap PT PLN tidak egois dan menegaskan siap atau tidaknya memasok listrik di kawasan kepulauan, khususnya Pulau Sapudi.
"Kalau tidak siap maka pemerintah bisa segera bersikap menemukan solusinya. Apakah caranya dengan bekerja sama dengan pihak swasta, atau seperti apa, nanti dibahas teknisnya. Kami tunggu sikap PLN dulu seperti apa," katanya.
Sedangkan, Wakil Bupati Sumenep Achmaf Fauzi yang ikut dalam rombongan juga mengaku siap membantu warga di kepulauan dengan menyiapkan insfrastruktur memadai untuk kelistrikan.
"Pemkab siap membangunnya jika dimintai bantuan oleh PLN menyiapkan. Kami juga siap jika ada pihak lain yang membantu," katanya.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Humas PT PLN (Persero) Jatim, Pinto Raharjo, mengakui memang pasokan listrik di Pulau Sapudi tidak sampai 24 jam.
"Tapi tidak semua kepulauan kok, seperti di Pulau Bawean sudah 24 jam," katanya sembari mengatakan bahwa persoalan teknis di Sapudi bisa dikonfirmasikan ke PLN kawasan setempat.
Dikonfirmasi terpisah, Deputi IV bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Maritim, Kemenko Bidang Maritim dan Sumber Daya Safri Burhanuddin mengakui bahwa kondisi listrik di kepulauan di Indonesia kurang memadai dan masih menjadi masalah nasional.
"Listrik di kepulauan se-Indonesia mayoritas seperti itu sehingga menjadi tugas nasional," katanya.
Sebagai salah satu upaya, pihaknya saat ini sedang meningkatkan jumlah pasokan listrik tidak hanya melalui diesel, namun dengan pemanfaatan energi surya maupun energi terbarukan yang lain.
"Sekarang sedang dikembangkan sebagai langkah percepatan terhadap pasokan listrik. Sekali lagi, ini menjadi tugas nasional," katanya. (*)