Surabaya (Antara Jatim) - Forum Pedagang Pengecer Minuman Beralkohol Seluruh Indonesia menyoroti pengendalian minuman beralkohol dan meminta peraturan yang jelas terkait penjualan maupun peredarannya.
"Kami setuju dengan penegakan hukum yang lebih jelas mengatur penjualan dan peredaran minuman beralkohol," ujar Ketua Forum Komunikasi Pedagang Pengecer Minuman Beralkohol se-Indonesia, Nur Khasan, kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Ia berharap ada langkah dan kebijakan yang tepat mengatur persoalan ini agar tidak ada pihak merasa dirugikan, terutama pedagang.
"Kami meminta agar peraturan tentang minuman beralkohol diatur oleh Pemerintah Pusat saja supaya tidak bingung seperti sekarang," ucapnya.
Menurut dia, apabila tidak ada peraturan yang jelas maka pedagang kecil akan kehilangan pekerjaan.
"Pada prinsipnya, kami mau diatur dan dikendalikan, tapi jangan sampai mata pencaharian kami dihilangkan. Satu lagi, kami siap membantu pemerintah memerangi peredaran bir oplosan," katanya.
Sementara itu, Peraturan Daerah Larangan Minuman Beralkohol di Kota Surabaya yang sudah disahkan DPRD Surabaya berpotensi akan ditolak Gubernur Jawa Timur.
"Dengan melihat pernyataan Gubernur tentang kemungkinan pengecualian di hotel bintang 4 dan 5, itu menunjukkan secara implisit akan terjadi penolakan atas Perda ini oleh Gubernur. Dalam UU23/2014 kewenangan Gubernur atas Perda dari kabupaten/kota adalah menerima atau menolak, bukan lagi intervensi," kata anggota Komisi B DPRD Surabaya Rio Patiselano, di Surabaya, Selasa.
Rio menjelaskan, masyarakat perlu tahu perbedaan aturan di undang-undang pemerintahan daerah sebelum dan sesudah munculnya UU 23/2014.
Dalam UU sebelumnya, kata Rio, kewenangan Gubernur adalah intervensi, dimana gubernur bisa mengubah langsung ketentuan dalam Perda yang diajukan kabupaten/kota.
Sementara itu, lanjut dia, dalam UU 23/2014 kewenangan gubernur adalah terbatas pada menyetujui atau menolak, tanpa intervensi.
"Jika Gubernur tidak setuju dengan salah satu pasal, maka ia tidak bisa melakukan pengubahan tetapi langsung menolak seluruh isi Perda dan mengembalikan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan," katanya. (*)