Sekjen DPN APTRI Nur Khabsyin dalam siaran persnya Jumat mengatakan saat ini HPP gula tani tahun 2016 belum ditetapkan, sehingga petani belum ada kepastian dalam menghitung hasil minimal pendapatan pada saat panen.
"Kami juga meminta supaya penjualan gula milik petani tetap dilaksanakan oleh petani sendiri seperti pada tahun-tahun sebelumnya mengingat saat ini harga gula sangat tinggi yang mencapai Rp15 ribu perkilogramnya," katanya.
Ia mengemukakan, yang menjadi pokok permasalahan utama adalah berkaitan surat Menteri BUMN perihal Impor Raw Sugar Tahun 2016, dimana menugaskan PTPN X untuk melakukan impor raw sugar sebanyak 381 ribu ton.
"Kami menyatakan bahwa neraca gula tahun 2016 sampai saat ini belum ditetapkan sehingga belum diketahui adanya kekurangan gula pada tahun 2016. Selain itu, taksasi produksi gula giling tahun 2016 secara riil baru diketahui sekitar bulan Agustus 2016 pada saat puncak musim giling, sehingga akan diketahui stok gula cukup apa tidak," katanya.
Ia mengatakan, bahwa dasar perhitungan kebutuhan impor raw sugar 381 ribu ton tidak jelas, sehingga pihaknya khawatir stok gula tahun 2016 melebihi kebutuhan dan dampaknya harga gula turun.
"Kebijakan impor raw sugar dengan dalih sebagai kompensasi agar PTPN dan PT RNI menjamin rendemen minimal 8,5 persen adalah kebijakan instan dan tidak mendidik," katanya.
Ia mengatakan, saat ini harga gula sangat tingggi mencapai Rp15 ribu setiap kilogram sehingga memberatkan konsumen.
"Kami berpendapat bahwa harga saat ini adalah skenario yang dibuat untuk mengesankan seakan-akan stok gula tidak ada sehingga ujungnya minta impor," katanya.
Menurutnya, pelanggaran terhadap penyaluran gula rafinasi yang beredar di pasar gula konsumsi harus diberikan sanksi yang tegas berupa pencabutan izin operasi.
"Kredit Usaha Rakyat (KUR) rasa KKPE untuk untuk tebu agar dipermudah persyaratannya sehingga dapat dirsaakan manfaatnya," katanya.(*)