Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, meluncurkan Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh), sebuah gerakan menjaring anak yang berhenti sekolah dan mengajaknya kembali ke kelas.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Senin mengatakan gerakan ini merupakan bagian dari upaya pelaksanaan wajib belajar 12 tahun dan sejatinya telah dimulai sejak akhir 2013 dengan membentuk Tim Pemburu Anak Putus Sekolah. Tim ini digerakkan oleh Dinas Pendidikan dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat.
Ia menjelaskan pada 2014, pemerintah telah menjaring 1.052 anak yang terdiri atas jenjang SMA 678 anak, SMP 340 anak, dan SD 34 anak. Pada 2015, berhasil mengentaskan 1.037 anak dengan rincian jenjang SMA 638 anak, SMP 343 anak, dan SD 56 anak. Mereka telah kembali bersekolah.
"Latar belakang mereka berhenti sekolah kan berbagai macam, bukan soal ekonomi saja karena biaya dasar pendidikan sudah gratis. Ini bisa karena faktor kultural. Ada juga yang karena permasalahan keluarga atau broken home akhirnya mereka berontak dan tak mau sekolah. Ada tim yang bekerja telah mendata anak putus sekolah itu. Mereka ini kami tangani, hingga mereka tuntas sekolah. Targetnya menempuh pendidikan 12 tahun," ujar Bupati Anas usai Upacara Hari Pendidikan Nasional di Taman Blambangan.
Anas menambahkan, tahun ini diidentifikasi sekitar 3.100 anak dan warga yang akan ditarik kembali bersekolah. Data yang dikumpulkan ini sudah sangat detail. Mereka yang putus sekolah sudah terdata by name by addres, sehingga memudahkan pemerintah daerah saat melakukan penanganan.
"Karena datanya sangat detail, akan memudahkan kami mengintervensi mereka. Misal karena kita tahu alamatnya, mereka akan bisa langsung ditangani di sekolah terdekat dengan lokasi rumahnya. Di data juga ada jenjang pendidikan terakhir yang dienyamnya, maka akan disesuaikan pendidikan lanjutnya. Mereka akan kami ajak menyelesaikan sekolah secara formal, ataupun bisa saja informal dan paket-paket, sesuai waktu, usia, dan kapasitas mereka," ujar Anas.
Anggaran yang disediakan pemkab untuk program ini sebesar Rp3,33 miliar pada tahun 2016. Angka itu meningkat dibanding tahun 2015 yang jumlahnya Rp855 juta. "Beasiswa ini tidak diberikan secara tunai kepada tiap anak, melainkan diberikan ke sekolah-sekolah yang menjadi tempat belajar mereka," kata Anas.
Ia menambahkan, program ini adalah bagian dari UGD Penanganan Kemiskinan yang tengah dikembangkan Pemkab Banyuwangi. UGD Penanganan Kemiskinan, lanjut dia, tidak hanya berkutat pada penanganan ekonomi masyarakat, namun juga menyasar pada bidang pendidikan dan kesehatan.
"Ini bagian dari pekerjaan UGD Kemiskinan yang tengah kami gagas. Perbaikan pendidikan juga bagian penting dari cara mengentaskan kemiskinan warga. Ini merupakan cara revolusi daerah dari kami dalam upaya menuntaskan pendidikan 12 tahun bagi warga di Banyuwangi," kata Anas.
Salah satu anak putus sekolah yang pada tahun ini telah ditangani adalah Nur Alfiah Ardina (9) dan M. Khoirul Ihsan (11). Alfiah dan Khoirul saat ini tengah belajar di SDN Sobo Banyuwangi. Mereka ditarik masuk sekolah dan diselamatkan dari ancaman putus sekolah.
"Selama ini saya cuma main-main saja di rumah. Namun sekarang saya senang bisa sekolah seperti teman-teman yang lain," ujar Alfiah dengan malu-malu sambil memegangi tas yang diberikan Bupati Anas secara simbolis pada anak putus sekolah yang akan disekolahkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Sulihtiyono mengatakan mekanisme penuntasan anak-anak ini, ada tiga skema. Skema pertama, anak yang ditemukan drop out sesuai usianya, misalnya saat kelas III atau IV SD langsung dikembalikan ke sekolah normal.
Skema kedua, jika ditemukan putusanya di kelas VI tidak perlu dikembalikan, tetapi langsung ikut ujian akhir dengan diberi modul sebagai bahan mengerjakan ujian.
"Ketiga, jika ditemukan sudah lewat usianya, bisa diikutkan program paket. Kalau masih setingkat SD, bisa ikut kejar paket A, untuk SMP paket B dan SMA paket C. Sebelum ikut ujian kejar paket, mereka akan diberi pembelajaran dengan crash program atau belajar yang dipadatkan," ujarnya
Untuk kasus-kasus penuntasan ini jika tidak memungkinkan skenaro I, II dan III, pemerintah masih memberikan pilihan dengan memberikan program pendidikan wirausaha. "Contohnya, mereka kita beri pelatihan pengasuh bayi, kerajinan bersinergi dengan dinas terkait, ataupun ketrampilan lain untuk bekal hidupnya kelak," kata Sulihtiyono.
Bagi warga yang mengetahui ada anak yang putus sekolah sebelum tamat SMA, pihaknya berharap segera melapor ke RT/RW, atau bisa melaporkannya ke Dinas Pendidikan. (*)