Surabaya (Antara Jatim) - Penyakit katasropik, seperti stroke, jantung, ginjal dan kanker menyerap 35 persen biaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena memerlukan perawatan jangka panjang.
"Semua penyakit ditanggung BPJS Kesehatan, termasuk penyakit katastropik maupun penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi dan kolesterol," kata Kepala Departemen Pelayanan BPJS Kesehatan Jatim, Indriani Damayanti di Surabaya, Jumat,
Indriani yang juga Kepala BPJS Kesehatan Surabaya sementara mengatakan ada pihak-pihak yang menilai penyakit katastropik tidak perlu dijamin oleh jaminan kesehatan karena mahal, padahal dengan penerapan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat, beban biaya pengobatan penyakit katastropik bisa ditekan.
Penyakit katastropik maupun kronis, lanjutnya akan dijamin oleh BPJS Kesehatan selama ada di "Indonesia Case Base Groups" (INA CBGs), yaitu sistem pengelompokan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan.
"Penyakit katasropik maupun kronis dijamin BPJS Kesehatan selama ada di INA CBGs yang berisi kumpulan diagnosa untuk menentukan tim tarif di Kementrian Kesehatan (Kemenkes)," ujarnya.
Menurut dia, untuk menentukan diagnosa penyakit, dokter saat ini menggunakan kode kesehatan, sehingga tidak bisa diketahui kasus per kasus karena harus terlebih dahulu menerjemahkan kode kesehatan tersebut.
"Tidak bisa diketahui kasus per kasus karena susah. Selama ini, oknum dokter belum mengetahui diagnosis penyakit tersebut, namun sudah menentukan harganya, sehingga INA CBGs ini bisa menjadi kendali mutu dan biaya," jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan terkait permasalahan obat, BPJS Kesehatan hanya membayar obat yang tertera pada daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional (Fornas).
"Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas merupakan obat yang paling berkhasiat, aman, serta dengan harga terjangkau yang disediakan pemerintah sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN," katanya menjelaskan.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, karena dikhawatirkan adanya oknum dokter yang bisa berlaku semena-mena tentang harga obat dari Rp3 ribu hingga Rp30 ribu, padahal khasiat dan keamanan obat dinilai sama, maka harga obat yang dibayarkan BPJS Kesehatan sesuai e-katalog.
"Pasien yang termasuk sebagai peserta BPJS Kesehatan harus mendapatkan semua obatnya dari apotek rumah sakit tempatnya berobat sesuai dengan yang ada di e-katalog," katanya menegaskan. (*)