Jakarta, (Antara) - Pemerintah Indonesia membutuhkan investor asing untuk turut membantu mewadahi para mantan tenaga kerja Indonesia melalui program "Senior Living Residence" (SLR) dalam membangun lingkungan perumahan khusus bagi warga berusia lanjut.
"Kalau konsep ini sudah jalan, maka mantan-mantan TKI bisa bekerja sesuai keahlian mereka di negeri sendiri. Saat ini pemerintah Indonesia butuh investor asing untuk mengembangkan konsep tersebut," kata Ferry Efendi, pemerhati masalah sosial dari Universitas Airlangga Surabaya, dalam keterangan persnya yang dikirimkan "Global Worker Organisation" (GWO) Taiwan kepada Antara di Jakarta, Minggu malam.
Saat berbicara dalam "Konferensi Internasional: Kebijakan dan Langkah Nyata Bagi Tenaga Perawat Asing Asia" di kampus National Taiwan University (NTU) Taipei, dia menyebutkan bahwa selain SLR, pemerintah Indonesia juga memiliki konsep "Geriatric Nursing".
Ferry menjelaskan bahwa "Geriatric Nursing" mengarahkan mantan TKI di yang sebelumnya merawat orang tua jompo di Taiwan untuk kembali bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha yang saat ini jumlahnya mencapai 235 unit dan Puskesmas Ramah Lansia yang tersebar di 28 provinsi di Indonesia.
"Kedua konsep tersebut mampu mengatasi masalah yang dihadapi para TKI setelah kembali ke kampung halamannya," ucap kandidat doktor keperawatan National Cheng Kung University (NCKU) Tainan, Taiwan, itu.
Menurut dia, masalah yang sering dihadapi para TKI adalah tidak tersedianya lapangan pekerjaan di Indonesia yang sesuai dengan keahlian mereka selama berada di luar negeri.
"Sebagaimana halnya buruh migran yang bekerja sebagai perawat atau 'care giver' di Taiwan dan Jepang. Mereka menguasai bahasa asing dan keterampilan yang memadai. Sayangnya, begitu pulang ke Indonesia, tidak ada tempat bekerja yang sesuai dengan kemampuan mereka sekarang," ujar Ferry.
Selain Ferry, tiga pembicara lainnya, yakni Riwanto Tirtosudarmo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anis Hidayah (Direktur Eksekutif Migrant Care), dan Palmira Permata Bachtiar (Lembaga Penelitian SMERU) juga mewakili Indonesia dalam ajang tersebut.
Acara yang digelar di salah satu perguruan tinggi negeri di Taiwan tersebut, juga menghadirkan para peneliti sosial dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura, Indonesia, dan Filipina.
"Para pembicara tersebut sebelumnya telah melakukan penelitian terhadap kebijakan dan pandangan hidup tenaga perawat asing dari Asia," kata Direktur GWO, Karen Hsu.
Ia menjelaskan bahwa pada 2015, pemerintah Taiwan mengeluarkan peraturan yang lebih fleksibel dan terarah terkait buruh migran. Bahkan pemerintah Taiwan juga menghapus pembatasan masa kerja buruh migran dan menaikkan upah bulanan buruh migran dari 15.840 dolar Taiwan menjadi 17.500 dolar Taiwan yang berlaku efektif per 1 Juli 2015. Kurs saat ini 1 dolar Taiwan setara dengan Rp400.(*)
Indonesia Butuh Investor Asing Wadahi Mantan TKI
Minggu, 20 Maret 2016 19:31 WIB