Jember (Antara Jatim) - Pengamat hukum dan media Universitas Airlangga Dr Herlambang Wiratraman mengatakan pemberitaan yang menyangkut isu korupsi dan eksploitasi sumberdaya alam secara eksesif seperti tambang, rawan kekerasan terhadap para jurnalis.
"Karena dua isu itu, jurnalis sering mendapatkan teror, kekerasan, bahkan menjadi korban pembunuhan," kata Herlambang dalam seminar bertema 'Law, Media, and Human Rights' di Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, Jumat.
Seperti kasus jurnalis Herliansyah di Probolinggo (2006) dan kasus Prabangsa di Bangli (2009) yang menjadi korban pembunuhan karena pengungkapan kasus korupsi, serta kasus teror yang dialami oleh kontributor TV One Iwan yang mendapat ancaman pembunuhan karena mengungkap kasus tambang Lumajang adalah sederet contoh kekerasan yang dialami wartawan.
Menurut dia, kekerasan yang dialami para jurnalis di sejumlah daerah masih terus terjadi, namun proses penegakan hukum atas kasus kekerasan yang dialami jurnalis tersebut masih belum ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum.
"Banyaknya kasus kekerasan jurnalis yang terkesan dibiarkan itu menyebabkan kekebalan hukum yang sangat berbahaya bagi proses penegakan hukum di Indonesia," kata Doktor lulusan Fakultas Hukum Leiden University itu.
Herlambang mengatakan ada sesuatu yang sangat membahayakan jurnalis yang bekerja di daerah dan perlindungan hukum yang disediakan oleh perusahaan media juga terbatas, terutama dalam mengungkap kasus korupsi dan eksploitasi sumberdaya alam secara eksesif.
"Saat ini tindakan kekerasan tidak dilakukan secara terbuka oleh para pengambil kebijakan dan mereka tidak lagi menggunakan birokrasi atau penguasa untuk menekan kritisme jurnalis terhadap dua isu itu, namun menggunakan pihak lain 'private gangster' untuk menekan upaya kritisme pemberitaan," ujar anggota majelis etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember itu.
Penggagas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya itu belum melihat keseriusan aparat penegak hukum di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menangani kasus kekerasan yang dialami para jurnalis.
"Hukum di Indonesia belum sepenuhnya menjamin kebebasan pers karena masih terjadinya kekerasan yang dialami jurnalis, padahal kerja jurnalistik para jurnalis sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tutur Ketua Serikat Pengajar HAM Indonesia (SEPAHAM).
Data Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mencatat sepanjang tahun 2015, tindak kasus kekerasan terhadap wartawan sebanyak 43 kasus dan jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 40 kasus.(*)