Banyuwangi (Antara Jatim) - Sebanyak 20 jurnalis media cetak dan elektronik di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Senin, menggelar aksi solidaritas atas kasus teror yang dialami tiga wartawan Kabupaten Lumajang terkait dengan pemberitaan pertambangan pasir ilegal.
Puluhan jurnalis dari tiga organisasi profesi wartawan yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banyuwangi menggelar aksi solidaritas damai di depan markas kepolisian resor setempat.
Kordinator aksi, Enot Sugiharto, dalam orasinya mendesak Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk mengusut tuntas teror terhadap wartawan Lumajang karena selama ini kepolisian tidak pernah mengungkap dalang atau pelaku sebenarnya di balik kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.
"Ada delapan jurnalis dibunuh sejak 1996 dan hingga sekarang tidak terungkap siapa dalang pembunuhnya," kata Enot dari IJTI Tapal Kuda.
Apabila pelaku sesungguhnya tidak ditangkap, lanjutnya, berarti polisi gagal memberikan rasa aman kepada jurnalis, sehingga hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 yang menjadi penjamin kemerdekaan pers di Indonesia.
Koordinator AJI Jember di Banyuwangi, Hermawan, mengatakan jurnalis harus memiliki kepekaan, apabila meliput di daerah konflik, sehingga produk pemberitaan harus berimbang dan lebih banyak mengungkap penyebab konflik beserta dampaknya, agar mencerahkan bagi publik serta pengambil kebijakan.
"Jurnalis yang tidak peka hanya akan menghasilkan pemberitaan yang provokatif dan memperbesar konflik," tuturnya.
Ia mengatakan di Jawa Timur memiliki potensi konflik sumber daya alam yang besar dan berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), jumlah konflik agraria di Jatim tahun 2014 sebanyak 44 kasus dan jumlah konflik tersebut tertinggi nomor dua setelah Sumatera.
"Potensi konflik juga berasal dari banyaknya izin pertambangan di Jatim. Data dari ESDM Jatim tercatat sebanyak 230 izin usaha eksploitasi pertambangan dan 518 Wilayah Izin Usaha Pertambangan," paparnya.
Hermawan menilai kawasan-kawasan pertambangan tersebut rentan berkonflik dengan masyarakat yang ujung-ujungnya bisa berdampak pada keselamatan jurnalis, sehingga jurnalis harus memegang kuat UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam peliputan di daerah konflik.
"Apabila melanggar kode etik, maka semakin besar peluangnya jurnalis menjadi korban kekerasan," katanya.
Sementara Kepala Bagian Operasional Polres Banyuwangi Kompol Sudjarwo berjanji akan mengungkap tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis apabila nantinya terjadi di Banyuwangi.
"Sejauh ini kami belum pernah menerima laporan ada jurnalis Banyuwangi yang mendapatkan kekerasan," ujarnya.
Sebelumnya, tiga wartawan Lumajang yakni Wawan Sugiarto atau Iwan (TV One), Ahmad Arif Ulinuha (JTV) dan Abdul Rohman (Kompas TV), pada Kamis (5/11), mendapat teror lewat pesan singkat (sms) akan dibunuh karena memberitakan pertambangan pasir di Lumajang.(*)