Lumajang (Antara Jatim) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur menemukan delapan pelanggaran terhadap kewajiban atau pelanggaran administrasi pemilik izin usaha penambangan di Kabupaten Lumajang.
"Setelah dilakukan evaluasi hasil kajian lapangan terhadap izin usaha pertambangan di Lumajang maka diketahui ada delapan pelanggaran terhadap kewajiban/pelanggaran administrasi pemilik izin usaha penambangan di Lumajang," kata Kepala Bidang Pertambangan Umum dan Migas Dinas ESDM Jatim, Didik Agus Wijanarko di depan pemilik izin usaha penambangan operasi produksi (IUP-OP) di Kantor Pemkab Lumajang, Jumat.
Kedelapan pelanggaran tersebut yakni proses izin tidak sesuai prosedur yang ada atau tidak sesuai aturan; izin pertambangan tidak dilengkapi dokumen kewajiban pemegang izin tambang di antaranya laporan eksplorasi, laporan studi kelayakan, rencana investasi, rencana reklamasi, laporan kegiatan triwulan, dan rencana pascatambang,
Kemudian tidak membayar biaya pencadangan wilayah dan jaminan reklamasi; tidak mengangkat kepala teknik pertambangan; tidak melakukan kaidah pertambangan secara benar; tidak melaporkan kegiatan selama tiga bulanan; tidak memiliki sarana dan prasarana yang meliputi fasilitas dan peralatan pertambangan yang memadai; serta melakukan kerjasama operasional (KSO) dalam kegiatan pertambangan.
"Itu sejumlah pelanggaran yang kami temukan. KSO itu tidak boleh karena dapat memunculkan izin di atas izin, atau juga kerja sama dengan jasa pengangkutan yang tidak memiliki izin. Berdasarkan UU Minerba itu tidak boleh," paparnya.
Tim ESDM Jatim juga menemukan pemilik IUP-OP menambang di luar wilayah izin usaha penambangannya seperti ditemukan di penambangan pasir di daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan kantong lahar dingin Semeru karena pemegang izin tidak mengetahui pemetaan wilayah tambang mereka.
"Penambang juga tidak memasang patok sebagai batas lahan tambang dan tidak memasang papan nama, padahal berdasarkan UU Minerba, patok dan papan nama wajib dipasang. Tim juga menemukan penambangan pasir kurang dari 5 hektare, padahal dalam UU, IUP-OP diberikan kepada penambangan paling minim 5 hektare," katanya.
Dinas ESDM Jatim juga menemukan adanya penambangan ilegal di atas Wilayah Izin Usaha Pertambangan resmi dan adanya sejumlah tambang yang tidak beroperasi lagi, serta maraknya penambangan ilegal.
"Penyebabnya sebagian besar karena lemahnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum. Rencana tindak lanjut, tentunya ada yang dilakukan oleh Pemkab Lumajang, Pemprov Jatim, dan pemerintah pusat. Pengawasan harus dilakukan secara sinergi," ujar Didik.
Sementara Bupati Lumajang, As'at Malik mengatakan hasil evaluasi tersebut untuk memberikan kepastian dan menjawab pertanyaan penambang di DAS yang memiliki izin karena saat ini penambangan dihentikan sementara (moratorium) di Lumajang.
"Pertemuan ini untuk memberikan kepastian dan menjawab pertanyaan penambang di DAS yang memiliki izin karena sementara ini penambangan kami moratorium. Sedangkan untuk penambangan ilegal tetap tidak boleh," tuturnya.
Pemkab Lumajang melakukan moratorium penambangan pascatragedi pasir "berdarah" di Desa Selok Awar-Awar yang menyebabkan aktivis antitambang Salim Kancil terbunuh dan Tosan mengalami luka parah akibat dianiaya preman suruhan kepala desa setempat.(*)